Jumat, 19 Agustus 2016

MAKALAH ANALISIS PENYIMPANGAN KODE ETIK GURU



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Menurut UU RI nomor 14 tahun 2005, pendidikan merupakan salah satu sarana pembangunan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia.Berbicara mengenai pendidikan, maka tidak akan lepas dengan peranan guru di dalamnya.
Guru mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam pendidikan. Keberhasilan sebuah pendidikan dipengaruhi oleh keahlian guru dalam mendidik siswanya. Akhir – akhir ini sangat marak dibicarakan tentang profesi guru. Banyak hal mengenai profesi keguruan yang saat ini menjadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Sejak dicantumkannya UU mengenai guru sebagai jabatan profesional, banyak sekali aturan – aturan ataupun perundang-undangan yang membahas mengenai profesi guru mulai dari tunjangannyasampai kinerjanya.Dalam jabatan sebagai profesional, maka guru harus mematuhi kode etik keguruan yang telah ada.Selain itu, guru juga harus memenuhi syarat – syarat sebagai guru profesional, yakni pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
Ironisnya, walaupun telah terdapat aturan – aturan dan kode etik mengenai profesi guru tetapi masihbanyak guru yang melakukan penyimpangan atau pelanggaran. Jika kita melihat berita di TV atau membaca berita di koran, tidak jarang kita menemukan pelanggaran yang telah dilakukan oleh guru.
Guru sebagai tauladan peserta didiknya tidak pantas melakukan tindakanyang melanggar norma-norma terlebih lagi pemerintah telah memberikan kode etik guru yang harus dipenuhi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyimpangan yang dilakukan oleh guru dan melanggar kode etik guru yang telah ada.
B.       Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah.
1.         Apa saja contoh penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan guru?
2.         Bagaimana analisis penyimpangan tersebut ke dalam kode etik guru?
3.         Bagaimana solusi untuk menanggulangi penyimpangan tersebut?
C.      Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.         Mengetahui fakta penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan guru
2.         Menganalisis penyimpangan tersebut ke dalam kode etik guru
3.         Menemukan solusi untuk menanggulangi penyimpangan tersebut

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kode Etik Guru Dan Syarat – Syarat Guru Profesional
Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional.Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional.
Mengingat bahwa oleh pemerintah guru sudah ditetapkan sebagai jabatan profesionalisme, maka guru juga mempunyai kode etik. Adapun kode etik guru adalah sebagai berikut :
1.         Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila
2.         Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
3.         Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
4.         Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
5.         Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
6.         Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
7.         Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial
8.         Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
9.         Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan
Seseorang yang berprofesi sebagai guru diharuskan memiliki syarat-syarat tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dijelaskan syarat-syarat guru profesional tersebut yakni guru tersebut memiliki :
1.         Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap pesertadidik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.         Kompetensi Pribadi, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa serta menjadi teladan bagi perserta didik dan berahlak mulia.
3.         Kompetensi Profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
4.         Kompetensi Sosial, yaitu kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
B.       Analisis Kasus Pelanggaran Guru ke Dalam Kode Etik dan Solusinya
Berikut ini merupakan analisis yang membahas mengenai kasus-kasus di depan beserta solusinya.
1.         Kasus I :
Untuk analisis kasus di atas, menurut kami peristiwa tersebut melanggar kode etik guru di antaranya nomor : (1) guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila, (2) guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional, dan (8) guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Selain itu, guru-guru tersebut juga tidak memenuhi syarat-syarat sebagai guru profesional, yaitu nomor (2) Kompetensi Pribadi, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa serta menjadi teladan bagi perserta didik dan berahlak mulia.
Dengan guru membocorkan soal UAN pada siswanya maka guru tersebut tidak dapat bekerja secara professional karena tidak menjunjung tinggi kejujuran dan melanggar kebijaksanaan pemerintah. Guru semacam ini tidak layak dijadikan tauladan karena mengajarkan hal yang tidak baik terhadap muridnya.
Solusi :
a.         Bagi guru: Hal tersebut dilakukan oleh guru karena guru takut jika muridnya tidak dapat lulus UAN yang artinya bias menurunkan kredibilitas sekolahnya. Untuk itu, seharusnya guru mempersiapkan siswa agar dapat menghadapi UAN tanpa melakukan kecurangan. Guru benar – benar membantu dan memfasilitasi siswa dalam proses menuju UAN. Dengan begitu, siswa akan siap dengan sendirinya dalam menghadapi UAN dan guru tidak perlu melakukan hal-hal yang semacam itu.
b.        Bagi pemerintah : peristiwa semacam ini semakin marak terjadi dikarenakan tindakan yang kurang tegas dari pemerintah terhadap oknum yang melakukan pelanggaran tersebut. Seharusnya, pemerintah memberikan sanksi yang tegas sehingga membuat jera oknum guru yang lain agar tidak merajalela. Pengawas yang bertugas dalam UAN juga harus diseleksi atau dipilih secara bijak dan ketat sehingga tidak akan berkompromi dengan guru yang ingin melakukan kecurangan.
2.         Kasus II :
Dari perilaku di atas, sangatlah menyimpang norma-norma dalam masyarakat. Terutama hal ini dilakukan oleh guru.Guru yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada siswanya malah melakukan perbuatan tidak senonoh pada siswa.
Dalam kode etik guru yang pertama telah disebutkan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.Mengacu pada kode etik tersebut, tugas utama guru yaitu membimbing dan membentuk siswanya agar berjiwa Pancasila. Guru seharusnya memberikan contoh dan mengarahkan siswanya ke arah yang lebih baik walaupun ada masalah lain yang dialami guru atau guru telah melakukanperbuatan yang tidakbaik dan berakibat ke anak didiknya.
Dalam kasus di atas, oknum guru tersebut melakukan tindakan cabul karena setelah melihat film porno. Tindakan melihat film ini sudah sangat menyimpang dan tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang guru.Apapun alasan di balik semua yang dilakukan,  guru tersebut tidak dapat dimaafkan dan harus dihukum. Selain melanggar kode etik guru, guru juga melanggar norma asusila. Hukuman yang seberat-beratnya bagi oknum guru yang melakukan hal penyimpangan asusila kepada muridnya supaya ke depannya tidak ada lagi hal yang seperti ini dan ini juga akan menimbulkan trauma kepada siswa.
Solusi : Dinas Pendidikan ataupun instansi pendidikan terkait, bila menerima guru harus diseleksi secara ketat, termasuk dalam hal psikologisnya. Mungkin dari kelakuannya sehari-hari tampak baik namun ternyata ada sesuatu yang menyimpang dalam kehidupannya. Sehingga guru yang benar-benar jadi guru akan dapat memenuhi kode etik guru, dalam hal ini guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
3.         KASUS III :
Berdasarkan fakta-fakta pada artikel diatas, ternyata masih banyak saja guru yang melakukan bolos mengajar. Padahal guru rutin menerima gaji setiap bulan.Hal ini merupakan bentuk indisipliner yang paling banyak ditemui. Tidak disiplin masuk kelas, tidak melengkapi perangkat pembelajaran, dan yang paling parah bolos kerja. Ada banyak sebab, mengapa fenomena guru bolos mengajar begitu banyak terjadi.Hal yang paling sering menjadi alas an adalah mencari tambahan penghasilan baik itu mengajar rangkap di sekolah lain atau memiliki pekerjaan sampingan.
Budaya buruk seperti ini sering kali ditemui di lingkungan kita. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini terus terjadi.Tidak adakah tindakan untuk mengingatkan, menegur atau member sanksi? Jika hal semacam ini terus terjadi maka anak-anak, orang tua, dan Negara dirugikan. Anak tidak memperoleh ilmu.Apalagi jika guru bolos ini mengajar siswa kelas akhir, bisa-bisa banyak anak yang tidak lulus.Tentunya orang tua juga dirugikan. Harapan menyekolahkan anaknya agar menjadi orang yang sukses bias aja dipupus. Rekan guru juga jadi terganggu. Jika ada kelas kosong, tetangga kelas tergangu.Tentu saja tugas tambahan guru yang membolos tidak dapat terlaksana. Guru lain terpaksa menanggung tambahan beban kerja. Hal ini jelas merugikan teman kerja dan negara.
Tindakan guru yang semacam ini telah melanggar kode etik guru nomor (2) Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional, (4) Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar, (5) Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan, (6) Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya, dan (7) Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
Solusi :
Perlu penangan intensif terhadap guru yang membolos. Pihak sekolah, terutama kepala sekolah menjadi ujung tombak. Keberanian, kebijkan dan keadilan kepala sekolah menjadi langkah awal penegakan disiplin, tanpa pilih kasih. Pendekatan persuasif, pembinaan, peringatan dan tindakan nyata merupakan langkah-langkah untuk membentuk kesadaran guru yang membolos agar tidak melakukan tindakan indisipliner. Kepala sekolah tidak perlut akut karena ada paying hukumnya, PP RI No 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Kalau tetap membandel, pasal-pasal yang ada pada PP tersebut bias diterapkan. Seperti pada artikel dari Palembang Ekspres, tindakan semacam itu harus mulai dilakukan di seluruh Indonesia.
Untuk mengetahui fenomena guru bolos perlu diteliti. Tidak hanya untuk mengetahui prosentasenya, yang lebih penting mencari penyebab dan solusi tepat. Selanjutnya hasil ini dievaluasi dan dipaparkan di lingkungan pendidikan terbatas.Tujuannya agar institusi dan personal guru bolos tersebut mempunyai rasa malu.Sehingga yang bersangkutan segera berbenah. Langkah selanjutnya, bagi guru bolos dilakukan pembinaan. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan, sanksi sesuai hukum yang berlaku diterapkan.
Dalam hal ini nasib anak-anak jangan sampai ditinggalkan.Bagaimanapun mereka tetap harus menerima pelajaran. Sekolah dapat memberdayakan guru piket untuk mengampunya. Dicarikan guru piket yang sejenis sehingga guru piket menggantikan peran guru pembolos untuk melanjutkan materi.Tidak hanya memberikan tugas mengerjakan LKS atau belajar sendiri.
4.         KASUS IV:
Untuk analisis kasus di atas, menurut kami peristiwa tersebut melanggar kode etik guru nomor (4) guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. Selain itu, guru tersebut juga tidak memenuhi syarat-syarat sebagai guru profesional, yaitu nomor (2) Kompetensi Pribadi, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Dengan guru melakukan kekerasan pada siswanya, maka guru tersebut tidak melakukan penciptaan suasana pembelajaran dalam sebaik-baiknya. Guru seperti ini tidak layak dijadikan tauladan karena melakukan tindakan yang tidak baik kepada siswanya.
Solusi:
Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas sehingga guru tidak melakukan tindakan seperti itu. Sanksi dinonaktifkan menjadi pegawai negeri sipil sebagai guru dapat dijadikan alternatif agar tidak terulang lagi tindakan yang seperti itu.

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dalam kenyataan sehari-hari ternyata masih banyak pelanggaran dan penyimpangan – penyimpangan yang telah dilakukan oleh guru. Penyimpangan – penyimpangan tersebut contohnya, kekerasan fisik terhadap murid, kekerasan seksual, sering membolos, membocorkan soal UAN, korupsi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Guru yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan artinya dia telah melanggar kode etik keguruan yang telah ditetapkan. Kode etik guru sendiri terdiri dari 9 buah peraturan.
Guru yang telah melakukan pelanggaran atau tindakan yang tidak menyenangkan baik terhadap siswa, sekolah, maupun masyakat harus ditindak dengan tegas. Sanksi yang diberikan harus sesuai UU yang telah ditetapkan sehingga pelanggaran seperti ini dapat diminimalisir dan tidak terjadi lagi. Penanganan tindakan ini tidak dapat ditangani oleh satu pihak saja tetapi semua pihak yang terkait seperti, sekolah, masyarakat, atupun pemerintah saling mendukung untuk menanggulangi masalah pelanggaran yang dilakukan oleh guru.
B.       Saran
Kesembilan kode etik guru seharusnya dipegang teguh sebagai tanggung jawab seorang guru apalagi saat ini guru telah menjadi jabatan profesional dan mendapatkan berbagai tunjangan yang cukup sehingga seharusnya kinerjanya pun turut berkembang. Guru harus benar-benar memahami tugas, peran, dan tanggung jawabnya dalam membangun pendidikan.  Pemerintah harus selalu mengevaluasi kinerja guru sehingga sikap profesionalisme guru tetap terjaga. Sebagai masyarakat, kita juga harus memberikan perhatian dan tanggap untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran terhadap pendidikan karena hal ini juga menyangkut hajat orang banyak.

DAFTAR PUSTAKA
1.         Anonim. 2012. 5 Guru Pembocor Soal UN SMP Dibekuk, (online), (http://music.okezone.com/read/2012/05/22/447/633137/5-guru-pembocor-soal-un-smp-dibekuk), diakses pada tanggal 21 oktober 2012.
2.         Dharmastusi, hestiana. 2011. Guru yang Paksa Anak SD Sebar Contekan UAN  Terancam Dimutasi,(online),( http://www.yiela.com/view/1815320/kepsek-guru-yang-paksa-anak-sd-sebar-contekan-uan-terancam-dimutasi), diakses pada tanggal 21 oktober 2012.
3.         Junaedi. 2012. Guru Molos Mengajar, Siswa Keluyuran,(online), ( http: //regional.kompas.com/ read/2012/10/20/09180742/ Guru.Boos.Mengajar.Siswa.Keluyuran), diakses pada tanggal 21 Oktober 2012.
4.         Menuju Hijau. 2012. Hanya di Indonesia! Guru Bolos Tujuh Bulan, Gaji Tetap                         Mengalir, (online), ( http://menujuhijau.blogspot.com/2012/02/hanya-di-indonesia-guru-bolos-tujuh.html), diakses pada 21 Oktober 2012.
5.         Palembang Ekspres. 2012. Tiga Guru Bolos Mengajar, (online), (http://plg-ekspres.blogspot.com/2012/08/tiga-guru-bolos-mengajar.html), diakses pada 21 Oktober 2012.
6.         Tim Liputan 6 SCTV. 2009. Ya Ampun, Guru Sodomi Puluhan Siswa, (online) , (http://news.liputan6.com/read/255012/ya-ampun-guru-sodomi-puluhan-siswa), diakses pada tanggal 22 Oktober 2012.
7.         Wibisono, Yusuf. 2012. Dewan Pendidikan Curiga Oknum Guru Bocorkan Soal UN,(online),( http://www.beritajatim.com/detailnews.php/11/ Pendidikan_&_Kesehatan /2012-04-18/ 132872/   Dewan_Pendidikan_Curiga_Oknum_Guru_Bocorkan_Soal_UN), diakses pada tanggal 21 oktober 2012.

IPB Komitmen Cegah Pelanggaran Etika Guru Besar



Bogor | Jurnal Asia. Sebanyak 209 Guru Besar tetap IPB menandatangani komitmen keteladanan dalam etika dan budaya akademik sebagai salah satu upaya menegakkan etika kehidupan kampus, mencegah terjadinya pelanggaran etik oleh profesor, seperti yang terjadi di sejumlah perguruan tinggi di Tanah Air. “Komitmen keteladanan dalam etika dan budaya akademik ini dilakukan pada 16 September 2015 yang lalu. Ini dilakukan seluruh Guru Besar IPB yang berjumlah 209 orang,” kata Ketua Dewan Guru Besar (DGB) IPB Prof Roedhy Poerwanto MSc di Bogor, Selasa.
Roedhy mengatakan, makna dari komitmen Guru Besar IPB ini adalah sebagai tekad kuat para guru besar yang dilandasi niat yang tulus, ikhlas serta diikuti dengan kesanggupan melaksanakannya, agar taat dan patuh terhadap ketentuan, kesepakatan dan kelaziman yang diatur dalam pendoman kerja GDB IPB. “Komitmen ini berlaku dalam melaksanakan tugas guru besar IPB baik dalam kehidupan kampus maupun di masyarakat,” katanya.
Dia mengatakan, IPB menjadi perguruan tinggi pertama di Indonesia yang melakukan penandatanganan komitmen keteladanan dalam etika dan budaya akademik. Langkah ini sudah dilakukan di banyak negara seperti di Amerika.
“Maksud kita adakah mem­berikan keteladanan dan mengajak sivitas akademika di seluruh Indonesia untuk memegang teguh etika dan budaya akademik serta patuh pada tatakrama kehidupan di dalam kampus maupun di dalam masyarakat,” katanya.
Roedhy menyebutkan, tujuan dari komitmen guru besar IPB ini adalah pencerahan kepada guru besar IPB akan besarnya tanggung jawab yang harus dipikulnya sebagai konsekwensi logis dari kewenangan dan kehormatan yang diberikan oleh teman sejawat, masyarakat dan negara seabgai penyandang guru besar. “Visinya, menjadi terdepan dapat memperkokoh martabat bangsa melalui pendidikan tinggi unggul pada tingkat global di bidang pertanian, kelautan, biosains tropika. Di sini kami mengedepankan fungsi IPB bukan diri IPB. Dengan cara pendidikan unggul,” katanya.
Dia mengatakan, fungsi dan manfaat dari komitmen guru besar IPB ini sebagai pengingat dan pemberi sinyal mengenai cara berfikir, bersikap dan berprilaku yang berkenaan dengan kewajiban, hak, kewenangan dan tanggung jawab yang dimiliki seorang guru besar.
“Kita ingin membentengi diri agar para guru besar ini terhindar dari perbuatan yang melanggar etika seperti kasus plagiat, atau kasus korupsi maupun kasus narkoba,” katanya.
Sekretaris Dewan Guru Besar IPB Prof Muh Yusram Massijaya MS menambahkan, penandatangan komitmen yang dilakukan para profesor IPB menjadi gerakan moral yang diharapkan menasional, dapat diikuti oleh perguruan tinggi lainnya di seluruh Indonesia.
“Karena ini akan menjadi gerakan besar bagi Indonesia. Selain bisa mencegah pelanggaran etika guru besar, juga untuk melindungan kekayaan ilmiah kita dari praktek pencurian oleh bangsa asing,” katanya. (ant)

CONTOH KASUS KODE ETIK PROFESI GURU

“TIDAK ADANYA KETELADANAN SIKAP YANG PROFESIONAL BAGI ANAK DIDIK DI SDN 002 DESA PURWAJAYA, KECAMATAN LOA JANAN, KUTAI KARTANEGARA”

Guru sebagai pendidikan profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpaiakan dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan denga profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya.
Dalam Kode Etik Guru Indonesia butir satu dengan jelas dituliskan bahwa: “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusi Indonesia seutuhnya yang berkepribadian luhur sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan sesuai dengan penerapan butir-butir pancasila sebagai pedoman kehidupan negara Indonesia.
Penjelasan di atas tidak terlihat di SDN 002 Desa Purwajaya, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, ada beberapa guru yang tidak memperhatikan isi Kode Etik Guru tersebut dan mereka bertindak tanpa memperhatikan bahwa apa yang mereka perbuat atau ucapkan tersebut diperhatikan oleh anak didiknya dan secara otomatis memberikan contoh yang tidak baik bagi anak didiknya. Hal itu disebabkan beberapa guru tidak mengetahui adanya norma-norma yang mengatur tingkah laku, tindak tutur dan kepribadian guru yakni dalam Kode Etik Guru Indonesia.
Hal itu terlihat dari yang guru lakukan ketika memberikan tugas kepada siswa sedangkan anak didiknya tidak bisa mengerjakan. Guru tersebut mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak pantas, Misalnya “kamu ini makan apa to, udah berkali-kali dijelaskan kok tidak faham-faham, dodol banget”, sehingga anak didik yang lainnya menertawakan temannya yang tidak bisa mengerjakan tugas dan memanggilnya dengan nama dodol.
Hal lain yang terlihat di SDN 002 Desa Purwajaya adalah guru yang memanggil anak didik dengan sebutan lain (tidak dengan nama aslinya). Misalnya anak yang yang selalu terlambat datang dan terlambat mengerjakan tugas. Guru tersebut memanggilnya dengan sebutan “Lemot” (bahasa jawa yang artinya lambat). Lama kelamaan teman-teman anak tersebut juga ikut memanggilnya dengan sebutan yang diucapkan guru. Suatu ketika guru tersebut datang terlamnat ke sekolah, tanpa sadar seorang siswa mengatakan kepada temannya “Hai jangan berisik, Pak Lemot datang”. Sesuatu hal yang tidak diinginkan dan tidak sesuai dengan maksud Kode Etik Guru Indonesia butir pertama dan juga bertentangan dengan Tujuan Pendidikan Nasional.
Dari apa yang dilakukan guru tersebut, berpengaruh negatif kepada anak didik di SDN 002 Desa Purwajaya. Banyak anak yang bertindak kasar dan mengucapkan kata-kata yang tidak baik kepada sesama temannya.
Mulyasa (2004) menyebutkan bahwa Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Mottto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan Nasional RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik butir pertama ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memeperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupan sebagai insan dewasa. Peseta didik tidak dapat dipandang sebagai obyek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.
Tugas guru tidak ada “mengajar”, teapi juga “mendidik”. Maka untuk melakukan tugas sebagai guru, tidak sembarangan orang dapat menjalankannya (Wirawan, 2002). Sebagai guru yang baik harus memiliki syarat-syarat yang di dalam Undang-undang No 12 tahun 1945 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut: “Syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang yang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4 dan pasal 5 undang-undang ini”.
Guru harus memeperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial, seorang guru harus mempunyai kepribadian yang luhur dan mantap. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 pasal 3 ayat (5) disebutkan bahwa:
(5) Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
1.         beriman dan bertakwa;
2.         berakhlak mulia;
3.         arif dan bijaksana;
4.         demokratis;
5.         mantap;
6.         berwibawa;
7.         stabil;
8.         dewasa;
9.         jujur;
10.     sportif;
11.     menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
12.     secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
13.     mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi kepribadian guru dalam Pasal 3 ayat (5) di atas jelas disebutkan bahwa guru harus bisa menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Untuk itu seorang guru harus mempunyai pribadi yang berakhlak mulia, beriman dan bertakwa, menjaga wibawanya sebagai tenaga profesi, bersikap arif dan bijaksana.
Usman (2004) menjelaskan, subkompetensi kepribadian yang mempunyai akhlak mulia dan menjadi teladan mempunyai esensial bahwa guru harus bertindak sesuai dengan norma relegius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Subkompetensi sikap yang berwibawa mempunyai esensial bahwa seorang guru harus memiliki prilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani, bukan ditakuti. Subkompetensi bersikap arif dan bijaksana memiliki esensial bahwa guru harus menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak.
Seorang guru harus mengetahui kepribadian dan watak anak didiknya. Selanjutnya guru harus menyalurkannya pada hal-hal yang positif jangan sampai terjerumus dalam moral yang melanggar norma-norma dan aturan agama. Oleh karena itu, sangat diperlukan sekali pengarahan atau nasehat yang baik. Lukman Al-Hakim pernah berkata kepada puteranya dan diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Lukman ayat 13, yang artinya sebagai berikut:
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Lukman: 13).
Dalam pembelajaran formal, di sekolah, guru adalah orang tua pertama bagi anak didiknya. Dari ayat tersebut mengisyaratkan bahwa sebagai orang tua, seorang guru harus mengarahkan anak didknya kepada hal-hal yang positif dengan memberikan contoh atau teladan kepribadian dan tindak tutur yang luhur kepada anak didiknya.
Guru indonesia bertanggung jawab mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.

Contoh kasus Pelanggaran Kode Etik PROFESI



LIMA Contoh kasus Pelanggaran Kode Etik PROFESI
1.         KASUS  LIPPO
Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu. Pertama yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002. Dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003.
Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yangdisampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273triliun dan CAR sebesar 4,23 %.
Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77miliar, dan CAR 24,77 %.
Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantorakuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan.
Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones,et al. (2003) Lebih memilih pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio (2005) menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi.
Dari kedua kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri. http://rizkiadiputra08.blogspot.com/2012/10/contoh-kasus-pelanggaran-kode-etik.html2.
2.         Kasus Mulyana W. Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi.
Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan.Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripadasebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah.
Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka. Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
Analisa : Dalam kasus ini terdapat pelanggaran kode etik dimana auditor telah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang auditor dalam mengungkapkan kecurangan. Auditor telah melanggar prinsip keempat etika profesi yaitu objektivitas, karena telah memihak salah satu pihak dengan dugaan adanya kecurangan. Auditor juga melanggar prinsip kelima etika profesi akuntansi yaitu kompetensi dan kehati-hatian professional, disini auditor dianggap tidak mampu mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professionalnya sampai dia harus melakukan penjebakan untuk membuktikan kecurangan yang terjadi.
3.         Kasus KAP Andersen dan Enron
Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama.
Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Analisa :Pelanggaran etika dan prinsip profesi akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada prinsip pertama berupa pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara kepercayaan masyarakat pada jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga kepentingan publik.
4.         Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997.
Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R.
Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan, ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar human error atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu, tegasnya.
Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Analisa :Dalam kasus ini terdapat banyak pelanggaran kode etik profesi akuntan. Prinsip pertama yaitu tanggung jawab profesi telah dilanggar. Karena auditor telah menerbitkan laporan palsu, maka kepercayaan masyarakat terhadapnya yang dianggap dapat menyajikan laporan keuangan telah disalahi. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar, karena dianggap telah menyesatkan public dengan disajikannya laporan keuangan yang telah direkayasa. Bahkan prinsip keempat yaitu obyektivitas juga dilanggar, yaitu mereka tidak memikirkan kepentingan public melainkan hanya mementingkan kepentingan klien.
SUMBER :http://lhiyagemini.blogspot.com/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
5.         PRAKTIK MAFIA ANGGARAN
JAKARTA, KOMPAS Dewan Perwakilan Rakyat sulit diharapkan mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut dan melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan politikusnya di DPR diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran karena mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti dalam kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Setidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans menjadi contoh konkret bahwa praktik mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya kita berharap pada politikus untuk memberantas korupsi karena mereka juga terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis,รข€ kata Koordinator Divis Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta, Senin (12/9). Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap anggota DPR Wa Ode Nurhayati.
Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru memproses yang bersangkutan meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower). BK DPR tak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan Wa Ode. Parpol dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong semacam ini, jadi sulit mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran, kata Abdullah.
Abdullah mengatakan, praktik mafia anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam perencanaan, orang di lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau wilayah proyek DPID. Tentunya dengan imblana fee tertentu, katanya. Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui DPR dalam kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis.
Dalam kasus suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas DPR dan pemerintah saling mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah. Harus ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit . Keduanya saling membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya.
Analisis : Dalam artikel Penyelewengan Anggaran yang tertulis pada harian kompas, rabu, 14 September 2011 terdapat beberapa pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi yaitu Prinsip pertama : Tanggung Jawab Profesi, Prinsip Kedua : Kepentingan Publik, Prinsip Ketiga : Integritas, Prinsip Keempat : Obyektivitas, Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Prinsip Ketujuh : Perilaku Profesional, Prinsip kedelapan : Standar Teknis. Seharusnya seorang akuntan harus menaati prinsip-prinsip etika profensi akuntansi tersebut.