Jumat, 19 Agustus 2016

MAKALAH KEANEKARAGAMAN HAYATI


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya.
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimanakah konsep Keanekaragaman Hayati ?
2.         Bagaimana Keanekaragaman Flora di Indonesia ?
3.         Bagaimana  Keanekaragaman Fauna di Indonesia ?
4.         Apa saja tingkatan keanekaragaman hayati?
5.         Apa saja Manfaat dan nilai yang terkandung dalam keanekaragaman hayati ?
6.         Apa yang disebut kepunahan?
7.         Bagaimana mencegah terjadinya kepunahan?
8.         Bagaimana menanggulangi terjadinya kepunahan?
9.         Apa strategi nasional pengelolaan kepunahan di Indonesia?
10.     Apa saja bentuk konservasi dalam menanggulangi permasalahan kepunahan di Indonesia?
C.      Tujuan
1.         Agar dapat mengetahui konsep Keanekaragaman Hayati.
2.         Agar dapat mengetahui Keanekaragaman Flora di Indonesia.
3.         Agar dapat mengetahui Keanekaragaman Fauna di Indonesia.
4.         Agar dapat mengetahui Manfaat dan nilai yang terkandung dalam keanekaragaman hayati
5.         Agar dapat mengetahui tingkatan keanekaragaman hayati.
6.         Agar dapat mengetahui cara mencegah dan menanggulangi kepunahan keanekaragaman hayati.
7.         Agar dapat mengetahui usaha nasional pengelolaan kepunahan di Indonesia.
D.      Manfaat
Melalui makalah ini, diharapkan pembaca mampu mengetahui dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati, sehingga dapat ikut serta melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia dengan ikut serta mendukung usaha nasional pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi permasalahan kepunahan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Konsep Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman adalah semua kumpulan benda yang bermacam-macam, baik ukuran, warna, bentuk, tekstur dan sebagainya. Hayati yaitu menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme) penghuni biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”. Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya.
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor penyebab keanekaragaman hayati, yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik bersifat relatif konstan atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Sebaliknya, faktor luar relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Lingkungan atau faktor eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban, curah hujan dan faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari kedua induknya sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu.
 Dengan demikian fenotip suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.
B.       Keaneragaman Flora Di Indonesia
Semua Kehidupan di bumi tergantung dari tumbuhan. Manusia makan banyak jenis-jenis tumbuhan, sebagian besar hewan yang ada di bumi ini juga makan tumbuhan, baik langsung maupun tidak langsung. Tumbuhan sendiri dapat membuat makanannya sendiri, yaitu melalui proses fotosintesis (memasak di daun). Dengan menggunakan udara dan tenaga sinar matahari tumbuhan menghasilkan gula yang kemudian disimpannya dalam berbagai tempat, seperti di daun, batang , akar, buah, dan lain-lain.
Kawasan Taman Hutan Raya Ir.H.Djuanda merupakan hutan alam sekunder dan hutan tanaman yang mempunyai potensi flora cukup variatif, terdirii dari tumbuhan tinggi dan tumbuhan rendah. Untuk tumbuhan tinggi didominasi oleh jenis pinus sedangkan untuk tumbuhan rendah didominasi oleh lumut dan pakis sehingga berfungsi sebagai laboratorium alam (arboretum).
Hutan Tanaman mulai dikembangkan tahun 1950-an namun karena tumbuh pada lahan berbatu diametemya relatif kecil dan pada tahun 1963 ditanam jenis tumbuhan kayu asing berasal dari luar daerah dan luar negeri dilahan seluas 30 Ha yang terletak di sekitar Plaza dan Gua Jepang.Hutan di kawasan ini merupakan vegetasi campuran yang terdiri dari 40 famili, 112 species diantaranya berasal dari luar negeri seperti sosis (kegelia aethiopica) dari afrika, Mahoni Uganda (khaya anthoteca) dari Afrika barat, Pinus Meksiko (pinus montecumae) berasal dari meksiko, cengal pasir (hopea odorata) dari Burma, Cedar Hondura (cedrela maxicum m roem) dari Afrika Tengah dan lain sebagainya, sedangkan yang berasal dari dalam negeri diantaranya : Pinus (pinus merkusi jung), Bayur sulawesi (pterospermum celebicum) dari Sulawesi, Kayu manis (cinnamonum burmanii) dari daerah Jawa Barat, Damar (agathis damara) dari Maluku, Cemara Sumatera (casuarina sumatrana) dari Sumatra, dan lain-lain.
C.      Keanekaragaman Fauna Di Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis fauna yang kaya. Taksiran jumlah jenis fauna Indonesia adalah sebagai berikut:
1.         Hewan menyusui ada 300 jenis,
2.         Burung ada 7500 jenis,
3.         Reptil ada 2500 jenis,
4.         Amfibi ada 1000 jenis,
5.         Ikan ada 8500 jenis,
6.         Keong ada 20.000 jenis,
7.         Serangga ada 250.000 jenis.
Indonesia memiliki 420 jenis burung yang tersebar di 24 lokasi. Beberapa pulau di Indonesia memiliki jenis hewan endemik, terutama di Palau Sulawesi, Papua dan di Kepulauan Mentawai.
Pola persebaran fauna di Indonesia di warnai oleh pola kelompok kawasan oriental di sebelah barat dan kelompok kawasan Australia di sebelah timur. Kelompak fauna di bagian tengah bersifat peralihan dan beberapa diantaranya bersifat endemik. Tipe-tipe persebaran fauna di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.         Tipe Asia
Fauna tipe Asia terdiri atas beberapa jenis mamalia, burung, ikan, dan reptil. Di beberapa daerah, fauna ini sudah punah dan di beberapa daerah lain sudah sangat langka. Berikut ini beberapa fauna langka tersebut:
a.         Gajah
Gajah (Elephas maximus) terdapat di seluruh Sumatra menghuni hutan hujan dataran rendah.
b.        Badak
Di Indonesia terdapat dua jenis badak, yaitu badak jawa (Rhinocerus sondaicus) dan badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis). Badak jawa lebih besar dibanding badak sumatra. Badak jawa bisa mencapai berat 2 ton, sedangkan badak sumatra hanya 1 ton. Badak sumatra merupakan badak terkecil yang masih hidup. Perbedaan lainnya adalah badak jawa bercula satu, sedangkan badak sumatra mempunyai tonjolan kecil selain cula sehingga terkesan bercula dua.
c.         Tapir
Tapir (Tapirus indicus) merupakan fauna yang menakjubkan. Fauna ini diduga berasal dari hutan tropis Amerika Selatan. Mengapa fauna ini sampai di Indonesia? belum diketahui penyebabnya. Saat ini tapir hanya bisa ditemukan di hutan-hutan Sumatra. Melihat dari persebarannya, mungkin tapir juga pernah hidup di Jawa dan Kalimantan tetapi kini sudah punah.
d.        Banteng
Di Sumatra, banteng telah mengalami kepunahan. Saat ini, banteng liar hanya terdapat di Jawa dan kecil sekali jumlahnya di Kalimantan.
e.         Kerbau Liar
Saat ini, ada sekitar empat juta lebih kerbau yang diternakkan. Namun, populasi kerbau liar (Bubalus bubalis) di dunia diperkirakan tinggal 100 ekor saja. Penyebab semakin berkurangnya populasi kerbau liar adalah nilai ekonomis yang ada pada fauna ini.
f.         Harimau Sumatra
Pada mulanya ada tiga jenis harimau di Indonesia, yaitu harimau bali, harimau jawa, dan harimau sumatra. Kini tinggal harimau sumatra saja yang masih hidup.
g.        Macan Tutul
Macan tutul (Panthera pardus). Saat ini, macan tutul hanya terdapat di Jawa menghuni kawasan perlindungan dan sedikit sekali yang secara liar hidup di hutan. Fauna ini terancam punah karena perburuan dan banyaknya penggunaan racun untuk umpan babi hutan yang merupakan makanan macan tutul.
h.        Beruang Madu
Hewan ini terdapat di Sumatra dan Kalimantan. Di Jawa, hewan ini telah punah. Beruang madu (Helarctos malayanus) merupakan beruang terkecil di antara keluarga beruang. Hewan ini lamban dalam bergerak, berat, jarak pandang pendek, matel bulu mengkilap, dan memiliki cakar yang besar.
i.          Orang Utan
Orang utan (Pongo pyomaeus) merupakan jenis primata yang hidup di hutan pegunungan Sumatra dan Kalimantan. Fauna ini merupakan fauna endemik Indonesia yang hidup dengan makan buah-buahan hutan.
j.          Bekantan
Bekantan (Nasalis larvatus). Keberadaan fauna ini perlu dijaga karena fauna ini jenis primata endemi yang hanya terdapat di Kalimantan.
k.        Siamang
Jenis primata yang paling atraktif adalah siamang (Hylobates klossi). Mereka dapat melakukan lompatan-lompatan berbahaya di atas pohon-pohon yang sangat tinggi. Siamang dapat ditemukan di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Namun, keberadaannya juga terancam karena kerusakan habitat mereka.
l.          Elang Jawa
Garuda Pancasila. Sebetulnya lambang itu adalah gambaran dari elang jawa (Spizaetus bartelsi). Burung ini dipilih sebagai lambang negara karena mirip dengan mitologi Garuda, dikenal sebagai kendaraan Dewa Wisnu.
m.      Curik Bali
Curik bali (Leucopasar rothschildi) adalah burung endemi di Bali, menghuni hutan musim ujung barat Laut Bali.
n.        Merak
Merak (Pavo muticus) berkerabat dekat dengan ayam hutan. Meskipun bersayap lebar, fauna ini tidak bisa terbang jauh seperti burung. Merak hanya bisa terbang dari cabang ke cabang pohon lain yang berdekatan. Di Indonesia, merak hanya terdapat di Jawa. Konon, binatang ini dibawa pedagang dari India. Merak menyukai hutan terbuka dan daerah perkebunan. Populasi terbesar di Jawa terdapat di tiga taman nasional, yaitu di Ujung Kulon, Alas Purwo, dan Baluran.
o.        Rangkong
Beberapa spesies burung rangkong terdapat di wilayah barat. Sebagian lagi terdapat di wilayah Wallacea. Beberapa yang terdapat di wilayah barat adalah rangkong badak (Buceros rhinoceros), rangkong jambul (Aceros corrugatus), rangkong papan (Buceros bicornis), rangkong perut putih (Anthracoceros albirostris), dan rangkong emas (Aceros undulatus). Burung rangkong biasanya menempati pohon-pohon besar seperti beringin di hutan Sumatra dan Kalimantan.
p.        Pesut Mahakam
Fauna ini termasuk mamalia yang hidup di air tawar. Sesuai namanya, habitatnya di Sungai Mahakam, Kalimantan. Di beberapa negara Asia juga terdapat jenis fauna ini misalnya di Sungai Gangga, India dan di Sungai Irawadi, Myanmar. Karena bentuknya yang mirip lumba-lumba (dolphin), ikan ini sering disebut freshdolphin atau lumba-lumba air tawar.
q.        Siluk
Siluk atau arwana (Scleropages formosus) merupakan salah satu jenis ikan purba. Habitat ikan siluk adalah sungai dan danau. Akhir-akhir ini, siluk yang semula hidup secara liar telah beralih ke akuarium. Siluk telah menjadi lambang yang menunjukkan status sosial seseorang.
2.         Tipe Australia
Tidak seperti fauna tipe Asia yang beberapa di antaranya berukuran besar, fauna tipe Australia tidak terlalu besar. Ciri yang paling khas di kawasan ini adalah mamalia berkantong. Di antara mamalia berkantong tersebut, beberapa jenis telah punah, yaitu beberapa jenis walabi dan bandikut. Berikut ini beberapa fauna tipe Australia:
a.         Kanguru Pohon
Ada lima jenis kanguru pohon yang hidup di hutan-hutan Papua. Lima jenis kanguru pohon tersebut adalah kanguru pohon wakera (Dendrologus inustus), kanguru pohon mbasio (Dendrologus mbasio), kanguru pohon nemena (Dendrologus ursinus), kanguru pohon ndomea (Dendrologus dorianus), dan kanguru pohon hias (Dendrologus goodfellowi). Seperti kanguru di Australia, kanguru pohon adalah jenis mamalia berkantong. Bedanya, kanguru australia hidup di daratan, kanguru pohon hidup di atas pohon.
b.        Kuskus
Kuskus merupakan keluarga possum yaitu hewan berkantong khas Australia. Beberapa di antaranya telah menyeberang melewati Garis Weber dan berdiam di Sulawesi. Papua merupakan tempat yang sesuai untuk kehidupan kuskus.
c.         Cenderawasih
Beberapa nama Latin burung ini adalah paradisaea yang berarti surga. Cenderawasih yang ada di Indonesia meliputi 30 jenis. Dari jumlah itu, 28 jenis hidup di hutan-hutan Papua dan dua jenis menyebar di Kepulauan Maluku. Beberapa cenderawasih yang terkenal adalah cenderawasih merah (Paradisaea rubra), cenderawasih biru (Paradisaea rodolphi), cenderawasih kecil (Paradisaea minor), cenderawasih ragiana (Paradisaea ragginana), cenderawasih raja (Cicinnurus regius), cenderawasih magnificent (Cicinnurus magnificus), cenderawasih botak (Cicinnurus respublica), cenderawasih dua belas kawat (Seleucidis melanoleuca), dan cenderawasih superba (Pophorina superba).
d.        Kasuari
Kasuari termasuk jenis burung raksasa. Tinggi burung ini bisa mencapai 100–180 sentimeter dan beratnya bisa 60 kg.
e.         Nokdiak Nata Fem (Landak Papua)
Nokdiak dalam bahasa Yunani berarti lidah yang besar. Fauna ini sungguh aneh karena meskipun termasuk keluarga mamalia, tetapi perkembangbiakannya dengan bertelur.
f.         Walabi
Beberapa jenis walabi telah punah dari Bumi Papua akibat perburuan liar karena dagingnya sangat digemari. Dari sekian jenis walabi, yang tersisa kini hanya jenis walabi saham (Macropus agile) yang mendiami rawa terbuka di Papua. Untuk mencegah kepunahan, walabi kini dilindungi di daerah perlindungan Taman Nasional Wasur. Sekilas bentuk walabi ini mirip dengan kanguru. Keduanya merupakan fauna tipeAustralia.
3.         Tipe Peralihan
Fauna tipe peralihan menempati wilayah Wallacea yang meliputi Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, dan beberapa pulau kecil di perairan laut dalam. Dari segi jenis dan jumlah, boleh jadi fauna tipe ini tidak sebanyak fauna tipe Asia maupun Australia.
Namun, beberapa fauna tipe Asia dan Australia terdapat di kawasan ini. Di kawasan ini pula terdapat fauna yang tidak terdapat di kawasan lain di dunia. Beberapa fauna tipe peralihan kini terancam kepunahan karena habitatnya rusak dan banyak diburu untuk diperdagangkan. Beberapa yang terancam kepunahan sebagai berikut:
a.         Anoa
Anoa adalah jenis kerbau tetapi kerdil. Binatang ini sangat pemalu sehingga jarang terlihat. Anoa dibedakan menjadi dua, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depresicornis) dan anoa gunung (Bubalus quarlesi). Fauna ini adalah jenis endemi di Sulawesi.
b.        Babi Rusa
Babi rusa (Babyrousa babyrussa) berbeda dengan babi hutan tipe Asia dan babi mana pun di dunia.
c.         Krabuku
Binatang ini sangat aneh karena sangat kecil. Berat badannya hanya 120 gram sehingga menjadikannya primata terkecil di dunia. Krabuku (Tarsius spectrum) lebih mirip kuskus daripada kera. Namun, ia lebih berkerabat dengan kera tipe Asia daripada kuskus tipe Australia.
d.        Rangkong Sulawesi
Rangkong sulawesi (Aceros cassidix) dan (Penelopidus exarhatus) hanya terdapat di Sulawesi.
e.         Maleo
Maleo (Macrocephalon maleo) adalah fauna yang sangat aneh dalaM perkembangbiakan.
f.         Komodo
Komodo (Varanus komodensis) merupakan binatang purba yang masih hidup. Fauna ini telah lama mengagumkan para ilmuwan karena hanya terdapat di Pulau Komodo dan pulau-pulau kecil didekatnya.

D.      Tingkat Keanekaragaman Hayati
1.         Keanekaragaman Jenis
Untuk mengetahui keanekaragaman hayati tingkat jenis pada tumbuhan atau hewan, dapat diamati, antara lain ciri-ciri fisiknya. Misalnya bentuk dan ukuran tubuh,warna, kebiasaan hidup dan lain-lain.
Sebagai contoh dalam suku kacang-kacangan, antara lain; kacang tanah, kacang kapri, kacang hijau dan kacang buncis. Di antara jenis kacang-kacangan tersebut dapat dengan mudah dibedakan, karena diantara jenis tersebut ditemukan ciri-ciri yang berbeda antara ciri satu dengan yang lainnya. Misalnya ukuran tubuh atau batang (ada yang tinggi dan pendek); kebiasaan hidup (tumbuh tegak, ada yang merambat), bentuk buah dan biji, warna biji, jumlah biji, serta rasanya yang berbeda.
Sebagai contoh hewan adalah suku Felidae. Walaupun hewan-hewan tersebut termasuk dalam satu familia/suku Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan sifat yang mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran tubuh, tingkah laku, serta lingkungan hidupnya

Contoh :
Keluarga Felidae
Keluarga Kacang-kacangan
Walaupun hewan-hewan tersebut termasuk dalam satu familia/suku Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan sifat yang mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran tubuh, tingkah laku, serta lingkungan hidupnya. Dari contoh-contoh di atas, Anda dapat mengetahui ada perbedaan atau variasi sifat pada kucing, harimau, singa dan cheetah yang termasuk dalam familia/suku Felidae. Variasi pada suku Felidae ini menunjukkan keanekaragaman pada tingkat jenis. Hal yang sama terdapat juga pada tanaman kelapa, aren, pinang, dan lontar yang termasuk suku Palmae atau Arecaceae. Contoh lain keanekaragaman jenis burung, serangga, ikan, dll.
2.         Keanekaragaman Genetis
Setiap sifat organisme hidup dikendalikan oleh sepasang faktor keturunan (gen), satu dari induk jantan dan lainnya dari induk betina. Genetik adalah berbagai variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme yang diturunkan secara fisik dari induknya (orang tuanya).
Genetik ini dibentuk dari AND (Asam Deoksiribo Nukleat) yang berbentuk molekul-molekul yang terdapat pada hampir semua sel.  Keanekaragaman tingkat ini dapat ditunjukkan dengan adanya variasi dalam satu jenis. misalnya : -variasi jenis kelapa : kelapa gading, kelapa hijau-variasi jenis anjing : anjing bulldog, anjing herder, anjing kampung.
Adanya perbedaan warna, bentuk, dan ukuran dalam satu jenis disebut variasi.
Contoh:
a.         Pada tanaman bunga mawar. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna-warni, dapat berwarna merah, putih atau kuning. Atau pada tanaman mangga, keanekaragaman dapat ditemukan antara lain pada bentuk buahnya, rasa, dan warnanya.
Gambar: Keanekaragaman Genetik Tanaman Puring
b.        Pada hewan : ayam kampung, ayam hutan, ayam ras, dan ayam lainnya. Variasi nampak pada keanekaragaman sifat antara lain pada bentuk dan ukuran tubuh, warna bulu dan bentuk pial (jengger).
c.         Pada manusia dapat diamati misalnya pada warna kulit, tinggi badan, jenis rambut, bentuk hidung, dll.
3.         Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem
Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang bersel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban. Ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral.
Baik komponen biotik maupun komponen abiotik sangat beragam atau bervariasi. Oleh karena itu, ekosistem yang merupakan interaksi antara komponen biotik dengan komponen abiotik pun bervariasi pula.          
Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman tingkat ekosistem?
Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem.
Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan temperature, curah hujan, intensitas cahaya matahari, dan lamanya penyinaran. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap jenis-jenis flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang menempati suatu daerah.

E.       Permasalahan
Banyak masalah yang dihadapi dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia untuk pembangunan nasional, baik berasal dari pemerintah, pengusaha, masyarakat dan lain-lain. Dalam melaksanakan tugas sektornya, setiap pihak dalam pemerintahan seringkali memerlukan sumber daya alam hayati, sehingga muncul perbedaan kepentingan. Tumpang tindih minat ini menjadi lebih rumit apabila unsur kepentingan masyarakat tradisional dan tekanan ekonomi diperhitungkan.
Di sisi lain, ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum memadahi untuk menangani pemanfaatan/pelestarian keanekaragaman hayati secara seimbang, apalagi mengembangkan potensi ini secara optimal. Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan, sebagian baru diketahui potensinya, dan sebagian lagi belum dikenal.
Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat memulihkan diri, namun kemampuan ini bukan tidak terbatas. Karena diperlukan untuk hidup dan dimanfaatkan sebagai modal pembangunan, maka keberadaan keanekaragaman hayati amat tergantung pada perlakuan manusia. Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara langsung bukan tidak mengandung resiko. Dalam hal ini, kepentingan berbegai sektor dalam pemerintahan, masyarakat dan swasta tidak selalu seiring. Banyak unsur yang mempengaruhi masa depan keanekaragaman hayati Indonesia, seperti juga tantangan yang harus dihadapi dalam proses pembangunan nasional secara keseluruhan, khususnya jumlah penduduk yang besar dan menuntut tersedianya berbagai kebutuhan dasar.
Peningkatan kebutuhan dasar tersebut antara lain menyebabkan sebagian areal hutan alam berubah fungsi dan menyempit, dengan ratarata pengurangan 15.000-20.000 hektar per tahun (Soeriaatmadja, 1991). Kawasan di luar hutan yang mendukung kehidupan keanekaragaman hayati seperti daerah persawahan dan kebun-kebun rakyat berubah peruntukan dan cenderung menjadi miskin keanekaragaman hayatinya. Mengingat perusakan habitat dan eksploitasi berlebihan, tidak mengherankan jika Indonesia memiliki daftar spesies terancam punah terpanjang di dunia, yang mencakup 126 jenis burung, 63 jenis mamalia dan 21 jenis reptil, lebih tinggi dibandingkan Brasil dimana burung, mamalia dan reptil yang terancam punah masing-masing 121, 38 dan 12 jenis. Sejumlah spesies dipastikan telah punah pada tahun-tahun terakhir ini, termasuk trulek jawa/trulek ekor putih (Vanellus macropterus) dan sejenis burung pemakan serangga (Eutrichomyias rowleyi) di Sulawesi Utara, serta sub spesies harimau (Panthera tigris) di Jawa dan Bali.
Populasi spesies yang saat ini sangat rentan terhadap ancaman penjarahan dan lenyapnya habitat cukup banyak, seperti penyu laut, burung maleo, kakak tua dan  cendrawasih. Seiring dengan berubahnya fungsi areal hutan, sawah dan kebun rakyat, menjadi area permukiman, perkantoran, industri, jalan dan lain-lain, maka menyusut pula keanekaragaman hayati pada tingkat Jenis, baik tumbuhan, hewan maupun mikrobia. Pada gilirannya jenis-jenis tersebut menjadi langka, misalnya jenis-jenis yang semula banyak terdapat di Pulau Jawa, seperti nam-nam, mundu, kepel, badak Jawa dan macan Jawa sekarang mulai jarang dijumpai. 
Penyusutan keanekaragaman jenis terjadi baik pada populasi alami, maupun budidaya. Berkurangnya keanekeragaman hayati populasi budidaya tercatat dengan jelas. Pemakaian bibit unggul secara besar-besaran menyebabkan terdesak dan menghilangnya bibit tradisional yang secara turun-temurun dikembangkan oleh petani. Pemanfaatan lahan untuk kepentingan berbagai sektor lain, tidak selalu memperhitungkan akibat yang terjadi pada lingkungan hidup. Memang harus diakui pelestarian keanekaragaman hayati memberikan keuntungan yang bersifat tidak langsung, sehingga manfaatnya sukar untuk segera dirasakan, seperti manfaat tumbuhan untuk pengatur air, penutup tanah, penjaga udara sehat dan lain-lain. Indonesia menganut asas pemanfaatan kekayaan alam yang berupa keanekaragaman hayati secara lestari, seperti disebutkan dalan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Di Indonesia peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pelestarian  keanekaragaman hayati telah mencukupi, namun implementasinya masih lemah dan kurang efektif.
Sementara itu terdapat pula peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah pusat atau sektor tertentu yang tidak menampung kepentingan pemerintah daerah atau sektor lain.  
Di samping itu, konsep pelestarian yang ada sering tidak padu dengan pemanfaatannya. Penelitian mengenai keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan oleh lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia, meskipun hasilnya terserak di berbagai tempat dan pada umumnya tidak ditujukan untuk pemanfaatan atau pelestarian, serta tidak mencakup aspek-aspek sosial budaya. Oleh karenanya penggalian, pemanfaatan, pemaduan data dan informasi mengenai keanekaragaman hayati masih perlu dibudayakan.

Masalah utama dalam biodiversitas adalah turunnya keanekaragaman hayati yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan hidup hayati. Lingkungan untuk keanekaragaman hayati mliputi hutan, air, tanah, udara, dan laut. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hayati (ekosistem) merupakan penyebab turunnya keanekaragaman hayati (lihat gambar 3 dan gambar 4 pada lampiran). Secara umum, rusaknya suatu ekosistem disebabkan oleh perusakan habitat, pembudidayaan spesies tertentu, polusi zat-zat kimia, pemburuan liar, erosi tanah, dan usaha pencagaran yang tidak berjalan lancar.
Yang menjadi dasar dari masalah perusakan ekosistem. ini adalah perubahan fungsi suatu ekosistem menjadi fungsi yang lain. Hal-hal yang menyebabkannya antara lain penggundulan hutan, pembangunan, dan pembuatan bendungan. Menurut data statistik kehutanan, hutan Indonesia seluas 141,8 juta pada tahun 1991. Pada tahun 2001, menjadi 108,6 juta turun 32,2 juta ha. Hal ini mengakibatkan banyak spesies punah.
Jumlah spesies yang ada di bumi ini sangat beraneka ragam. Hingga saat ini, diperkirakan ada 13.620.000 spesies dan 1.750.000 diantaranya telah teridentifikasi (lihat lampiran tabel 1 pada lampiran). Dari sekitar 12,8 % spesies yang telah teridentifikasi tersebut hanya sedikit yang berguna bagi kehidupan manusia, misalnya seperti kelapa sawit, padi, tembakau, bawang merah, sapi, ayam, Sacharomyces sp, dan lain sebagainya (Hunter, Fundamentals Conservation of Biology). Manusia hanya menginginkan untuk memperbanyak spesies-spesies tertentu yang berguna baginya. Akibatnya, spesies-spesies lain yang dianggap belum berguna karena belum diketahui fungsinya bagi kehidupan manusia terancam punah. Dikhawatirkan apabila hal ini terus berlangsung maka jumlah spesies di muka bumi ini semakin berkurang.
Zat-zat seperti CO2, SO2, CFC, NOX, N2O5, dan CH4 merupakan zat yang paling berdampak pada keanekaragaman hayati. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan asam yang sangat mempengaruhi keadaan suatu ekosistem menjadi layak untuk dijadikan habitat kehidupan atau tidak. Selain itu juga ada limbah yang dihasilkan oleh industri, rumah tangga, pertanian, peternakan, dan perikanan. Hal ini menyebabkan hanya spesies tertentu saja yang dapat hidup. Terutama spesies yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Pengambilan SDA secara liar menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati. Hal ini dapat berupa pemancingan ikan, pemburuan hewan, dan penebangan hutan secara ilegal. Sampai saat ini tercatat di Indonesia bahwa pemancingan ikan secara ilegal mencapai 180 kasus pertahun. pemburuan hewan secara ilegal diakibatkan karena kebutuhan daging selalu meningkat sekitar 20% per tahun. penebangan hutan secara ilegal mencapai 138 kasus.
Ekosistem yang berada di air mencakup sungai, danau, air tawar, dan laut. Dalam ekosistem air terdapat berbagai jenis organisme seperti ikan, alga, dan terumbu karang. Akibat adanya erosi tanah kedalaman air baik di sungai, danau, air tawar, dan laut semakin berkurang. Pendangkalan tersebut menyebabkan wilayah untuk hidup semakin berkurang sehingga organisme yang hidup terancam punah.
Usaha untuk mengatasi penurunan jumlah keanekaragaman hayati sudah ada. Yaitu dengan metode in situ dan ex situ. In situ adalah pencagaran di tempat hidupnya sendiri. Ex situ adalah pencagaran di tempat hidup yang lain.Namun, pada prakteknya usaha tersebut masih memiliki masalah. Masalah pada pencagaran in situ adalah masalah semakin sempitnya luas habitat. Untuk ex situ sendiri, tersendat karena masalah biaya yang sangat besar hingga miliaran rupiah. Di indonesia sendiri, baik in situ dan ex situ tidak berjalan dengan baik. Diperkirakan 126 jenis burung, 63 mamalia, dan 21 jenis reptilia di Indonesia terancam punah.

F.       Kepunahan 
Dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok takson. Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut, walaupun kemampuan untuk berkembang biak tidak ada lagi sebelumnya. Tetapi dikarenakan wilayah sebaran sebuah spesies atau takson yang bisa sangat luas, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu kepunahan. Kesulitan ini dapat berujung kepada suatu fenomena yang dinamakan takson Lazarus, di mana sebuah spesies dianggap telah punah tetapi muncul kembali.
Melalui proses evolusi, spesies yang baru muncul dari suatu mekanisme spesiasi (dalam bahasa Inggris: speciation) di mana jenis makhluk hidup baru muncul dan berkembang biak secara lancar bila mereka mempunyai ecology niche. Spesies akan punah bila mereka tidak bisa bertahan bila ada perubahan pada ekologi mereka ataupun bila persaingan semakin ketat dengan makhluk hidup lain yang lebih kuat. Umumnya, suatu spesies akan punah dalam waktu 10 juta tahun, dihitung dari permulaan kemunculannya. Beberapa spesies, biasanya juga disebut fosil hidup, telah bertahan dan tidak banyak berubah selama ratusan juta tahun. Salah satu contoh fosil hidup adalah buaya.
Terdapat berbagai tingkatan kepunahan, yaitu :
1.         Punah dalam skala global : jika beberapa individu hanya dijumpai di dalam kurungan atau pada situasi yang diatur oleh manusia, dikatakan telah punah di alam
2.         Punah dalam skala lokal (extirpated) : jika tidak ditemukan di tempat mereka dulu berada tetapi masih ditemukan di tempat lain di alam
3.         Punah secara ekologi : jika terdapat dalam jumlah yang sedemikian sedikit sehingga efeknya pada spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan
4.         Kepunahan yang terutang (extinction debt) : hilangnya spesies di masa depan akibat kegiatan manusia pada saat ini
Diperkirakan pada masa lampau telah terjadi 5 kali episode kepunahan massal. Kepunahan massal terbesar diperkirakan terjadi pada akhir jaman permian, 250 juta tahun lalu. Diperkirakan 77%-96% dari seluruh biota laut punah ketika ada gangguan besar seperti letusan vulkanik serentak atau tabrakan dengan asteroid yang menimulkan prubahan dramatik pada iklim bumi sehingga banyak spesies mengalami kepunahan.
Kepunahan sesungguhnya merupakan fenomena alamiah, namun mengapa hilangnya spesies menjadi masalah? Pengurangan atau penambahan spesies secara efektif ditentukan oleh laju kepunahan dan laju spesiasi. Spesiasi adalah proses yang lambat. Selama laju spesiasi sama atau leih cepat daripada laju kepunahan maka keanekaragaman hayati akan tetap konstan atau bertambah. Pada periode geologi yang lalu hilangnya spesies diimbangi atau dilampaui oleh evolusi dan pembentukan spesies baru. Saat ini tingkat kepunahan mencapai 100-1000 kali dari tingkat kepunahan. Disebabkan oleh aktivitas manusia. Kepunahan saat ini disebut kepunahan keenam.
Secara konseptual, biologis, dan hukum, spesies merupakan fokus utama dalam konservasi. Sebagian besar masyarakat telah memahami konsepsi spesies dan mengetahui bahwa dunia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi tetapi sebagian di antaranya sedang menuju kepunahan. Ahli biologi telah memfokuskan pada spesies selama berabad abad dan telah mengembangkan sistem penamaan, pengkatalogan, dan perbandingan antar spesies. Berbagai upaya konservasi telah dilakukan, mulai dari pendanaan sampai program recovery difokuskan pada spesies. Peraturan perundangan tentang konservasi juga memfokuskan pada spesies. Misalnya: US Endangered Species Act, Convention on International Trade in Endangered Species, Perlindungan Floran dan Fauna di Indonesia.

G.      Faktor Penyebab Kepunahan
Faktor-faktor yang mendorong semakin meningkatnya kepunahan antara lain : Kerusakan hutan tropis, Kehilangan berbagai spesies, Kerusakan habitat, fragmentasi habitat, Kerusakan ekosistem, Polusi, Perubahan iklim global, Perburuan, eksploitasi berlebihan, Spesies asing/pengganggu, dan Penyakit. Masing-masing faktor saling mempengaruhi satu sama lain.
1.         Hilangnya habitat
Ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati adalah penghancuran habitat oleh manusia. Pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi sumberdaya alam, menyusutkan luasan ekosistem secara dramatis. Pembangunan bendungan, pengurugan danau, merusak banyak habitat perairan. Pembangunan pesisir menyapu bersih karang dan komunitas pantai.
Hilangnya hutan tropis sering disebabkan perluasan lahan pertanian dan pemungutan hasil hutan secara besar-besaran. Sekitar 17 juta hektar hutan hujan tropis dibabat habis tiap tahun, sehingga sekitar 5-10 % species dari hutan hujan tropis akan punahda lam 30 tahun mendatang.
2.         Species pendatang
Dalam ekosistem yang terisolasi, seperti pada pulau kecil yang jauh dari pulau lain, kedatangan species pemangsa , pesaing atau penyakit baru akan cepat membahayakan species asli. Di Indonesia, kedatangan padi-padi varietas unggul secara perlahan dan sistematis menggususr varietas padi lokal. Kini kita sulit menemukan padi lokal seperti rojo lele, jong bebe, dll. Yang rasanya jauh lebih enak dari jenis pendatang. Menurut catatan, 1500 jenis padi lokal Indonesia punah dalam 15 tahun terakhir.
3.         Eksploitasi berlebihan
Banyak sumberdaya hutan, perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara berlebihan. Banyak kelangkaan disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading gajah, cula badak, burung nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi alami, hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh ke dalam hutan.
Banyak sumberdaya hutan, perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara berlebihan. Banyak kelangkaan disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading gajah, cula badak, burung nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi alami, hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh ke dalam hutan.
4.         Pencemaran
Pencemaran mengancam, bahkan melenyapkan species yang peka. Pestisida ilegal yang digunakan untuk mengendalikan udang karang sepanjang perbatasan Taman Nasional Coto Donana di Spanyol, telah membunuh 30.000 ekor burung. Pertambakan udang yang intensif di sepanjang pantai utara pulau Jawa telah merusakkan sebagian besar terumbu karang dan hutan mangrove, karena sisa makanan udang dan pemupukan tambak merangsang pertumbuhan alga yang menghancurkan terumbu karang.
5.         Perubahan iklim global
Di masa mendatang efek samping pencemaran udara yang menimbulkan pemanasan global, mengancam keragaman hayati. Efek rumah kaca menaikkan suhu bumi 1-3 o C, sehingga permukaan laut naik 1-2 meter. Banyak species flora dan fauna tidak akan mampu menyesuaikan diri.
6.         Monokulturisasi
Industri pertanian dan kehutanan yang memprioritaskan ekonomi terbukti memberi andil besar bagi hilangnya keragaman hayati. Pertanian dan kehutanan modern cenderung monokultur, menggunakan pupuk dan pestisida untuk mendapat hasil sebesar-besarnya. Hutan tanaman industri (HTI) memprioritaskan tanaman-tanaman eksotik (dari luar) yang dapat dipanen dengan cepat, seperti acaccia mangium, eucalyptus sp, sehingga menggususr jenis lokal dan mengubah ekosistem hutan secara drastis.
Berbagai uraian tentang keanekaragaman hayati, mulai dari berbagai kriteria keragaman hayati, species terancam punah beserta kategorisasinya, serta berbagai ancaman yang dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, melengkapi pemahaman mahasiswa mengenai pentingnya melakukan kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati bagi kepentingan umat manusia dan keselamatan bumi.

H.      Daftar beberapa organisme yang terancam punah di Indonesia beserta status konservasinya :
1.         Harimau Sumatra, Badak Jawa, Jalak Bali, Arwana Asia : KRITIS(= spesies menghadapi risiko tinggi kepunahan di waktu dekat)
2.         Orang utan, Banteng, Anoa : GENTING(= spesies yang menghadapi risiko kepunahan sangat tinggi di waktu mendatang)
3.         Cheetah, komodo, Babirusa : RENTAN(=spesies menghadapi risiko tinggi kepunahan di masa depan)
4.         Ayam hutan dan Macan Tutul : RESIKO RENDAH (= ancaman langsung bagi kelangsungan hidup spesies tidak ada)

I.         STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN
Untuk mengelola keanekaragaman hayati Indonesia memerlukan strategi nasional sebagai alat bantu agar semua pihak dalam melaksanakan tugasnya mengupayakan pelestarian pemanfaatan keanekaragaman hayati, sehingga pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat dilaksanakan. Dalam strategi nasional ini asas yang dianut adalah pemanfaatan ilmu dan teknologi, diversifikasi pemanfaatan dan keterpaduan pengelolaan.
Prioritas pendekatannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, memberikan sumber pendapatan dan mengembangkan lingkungan hidup yang sehat. Pemerintah telah berupaya agar laju penyusutan keanekaragaman hayati dapat dikurangi dengan menyisihkan areal hutan alami untuk kawasan pelestarian. Di dalam areal tersebut keanekaragaman hayati diharapkan dapat dipertahankan secara in situ (habitat asli).
Menurut data tahun 1987,  kawasan yang dilindungi untuk melestarikan keanekaragaman hayati secara in situ sebanyak 347 lokasi, terdiri dari 184 cagar alam seluas 7.111.880 ha, 69 suaka marga satwa seluas 5.009.970 ha, 68 hutan wisata seluas 4.665.320. Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah kawasan konservasi in situ meningkat menjadi 475 lokasi seluas 22,6 juta hektar atau 11,78% dari luas dataran Indonesia (Anonim, 1996). Hail ini mengisyaratkan kemauan baik pemerintahIndonesia untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Pelestarian secara in situ nerupakan cara yang ideal, namun pada kenyataanya perlu dilengkapi dengan pelestarian secara ex situ.
Di Indonesia kebun raya, kebun binatang, kebun koleksi dan sebagainya telah berkembang sejak lama. Sayangnya, lahan tempat pelestarian ex situ itu sering tergusur untuk peruntukan lain. Oleh karenanya, pelestarian ex situ perlu dimantapkan dan perpaduan pemanfaatannya dengan keperluan lain perlu diwujudkan. Di tingkat internasional, perkembangan bioteknologi untuk pemanfaatan keanekaragaman hayati berlangsung sangat cepat, terutama di bidang farmasi. Rekayasa tingkat molekul dalam inti sel membangkitkan harapan diproduksinya senyawa bervolume kecil tetapi bernilai ekonomi tinggi. Di bidang pertanian, bioteknologi telah diterapkan dalam perbanyakan tanaman, yang menghasilkan bibit seragam dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat. Bioteknologi juga memberikan harapan pemuliaan varietas tanaman pangan utama, seperti padi, jagung, ubi kayu dan lainlain. Kegiatan pemuliaan mencakup pula pelestarian ex situ yakni bahan mentah dari alam yang digunakan untuk perakitan varietas unggul. Bahan mentah ini dikenal sebagai plasma nutfah.
Tanggung jawab pengelolaan keanekaragaman hayati tidak hanya terletak di tangan pemerintah, tetapi juga semua pihak. Pada saat ini banyak pihak yang terkait dengan penanganan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati. Untuk itu perlu disepakati pembagian kerja antar semua unsur, sehingga pemborosan energi dan waktu dapat dihindari. Pemerintah berkewajiban mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman hayati serta melaksanakan bagian yang menjadi kepentingan nasional/umum.Pihak swasta tidak hanya berkepentingan untuk memanfaatkannya, tetapi juga berkewajiban untuk memelihara serta menyeimbangkan kepentingan dan kewajiban.
Ilmuwan dan akademisi berkepentingan untuk mengungkapkan keanekaragaman hayati, yang pada gilirannya akan menjadi dasar pemanfaatan dan pelestariannya, mengingat pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan memerlukan data dasar yang dapat dipercaya kebenarannya. Data ini sering belum tersedia, sehingga penelitian keanekaragaman hayati perlu diarahkan untuk pengumpulan data dasar tersebut.
Di samping itu, agar keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan manusia Indonesia, inovasi teknologi perlu didorong dan ditingkatkan. Lembaga Swadaya Masyarakat yang umumnya mempunyai kemampuan melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pelaksanaan pembangunan dapat menjadi mitra pemerintah dalam mengisi relung-relung yang tidak terjangkau pemerintah. Masyarakat yang langsung memanfaatkan keanekaragaman hayati perlu menyadari kewajiban untuk ikut melestarikan. Banyak masyarakat tradisional yang memiliki kearifan pelestarian lingkungan beserta keanekaragaman hayatinya. Kearifan yang berkaitan dengan aspek sosial budaya setempat ini perlu direkam dan dikembangkan sehingga tidak hilang tertelan zaman.
Setiap sektor dalam pemerintahan perlu memiliki strategi untuk memanfaatkan dan melestarikan keanekaragaman hayati yang menjadi tanggung jawabnya. Diperlukan pula komitmen bersama untuk saling memadukan kepentingan sehingga tumpang tindih minat dan tanggung jawab dapat dihindari. Dalam pembangunan nasional pengawasan melekat merupakan tekat pemerintah.
Dalam pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman hayati pemantauan dan pengawasan semua kegiatan perlu ditingkatkan. Pada tahun 1989 dengan surat keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No: 60/MNKLH/12/1989 dibentuk suatu kelompok kerja di Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang khusus menangani masalah keanekaragaman hayati yaitu kelompok kerja pemanfaatan dan konservasi keanekaragaman hayati. Kelompok kerja ini mempunyai tugas dan fungsi menyusun kebijaksanaan pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Upaya-upaya pemerintah Indonesia dalam pelestarian (konservasi) keanekaragaman hayati antara lain sebagai berikut:
1.         Taman Nasional, merupakan kawasan konservasi alam dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan. Beberapa taman nasional di Indonesia:
a.         Taman Nasional Gunung Leuser; terletak di Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Contoh tumbuhan yang dilestarikan: meranti, keruing, durian hutan, menteng, Rafflesia arnoldi var.atjehensis. Hewan yang dilestarikan: gajah, beruang Malaya, harimau Sumatra, badak Sumatra, orangutan Sumatra, kambing sumba, itik liar, tapir.
b.        Taman Nasional Kerinci Seblai; terletak di Propinsi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Tumbuhan yang dilestarikan: bunga bangkai (Amorphophalus titanium), Rafflesia arnoldi, palem, anggrek, kismis. Hewan yang dilestarikan: tapir, kelinci hutan, landak, berang-berang, badak Sumatra, harimau Sumatra, siamang, kera ekor panjang.
c.         Taman Nasional Bukit Barisan Selatan; terletak di propinsi Bengkulu sampai Lampung. Tumbuhan yang dilestarikan: meranti (Shorea sp), keruing (Diptetrocarpus sp), damar (Agathis alba), kemiri (Aleurites moluccana), mengkudu (Morinda citrifolia), Rafflesia arnoldi. Hewan yang dilestarikan: gajah, tapir, badak Sumatra, landak, trenggiling, ular sanca, bangau putih, rangkong, dan lain-lain.
d.        Taman Nasional Ujung Kulon; terletak di kawasan ujung barat Pulau Jawa. Taman Nasional ini merupakan habitat terakhir dari hewan-hewan yang terancam punah, seperti: badak bercula satu (Rhinoceros sendaicus), banteng (Bos sondaicus), harimau loreng (Panthera tigris), dan surili (Presbytis aygula).
2.         Cagar Alam, kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan, satwa dan ekosistem, yang perkembangannya diserahkan pada alam. jadi di cagar alam digunakan untuk melindungi hewan2 dan tumbuhan2 langka.
3.         Suaka marga satwa, berbeda dengan cagar alam kepentingan khusus suaka marga satwa adalah untuk melestarikan hewan2 langka.
4.         Kebun Raya, kumpulan tumbuh-tumbuhan di suatu tempat, berasal dari berbagai daerah yang ditanam untuk tujuan konservasi ex situ (pelestarian di luar tempat asalnya), ilmu pengetahuan, dan rekreasi, contoh: Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Purwodadi.
5.         Hutan Wisata, kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan, yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan, konservasi alam, dan rekreasi. Contoh hutan wisata yaitu hutan wisata Pangandaran.
6.         Taman laut, merupakan wilayah lautan yang mempunyai ciri khas berupa ke-indahan alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam, yang diperuntukkan guna melindungi plasma nutfah lautan. Contoh: Bunaken di Sulawesi Utara.
7.         Hutan lindung, kawasan hutan alam yang biasanya terletak di daerah pegunungan yang dikonservasikan untuk tujuan melindungi lahan agar tidak tererosi dan untuk mengatur tata air.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar