BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas
adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang
secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu
mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan
proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya.
Keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies
dan ekosistem di suatu daerah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah konsep
Keanekaragaman Hayati ?
2.
Bagaimana Keanekaragaman
Flora di Indonesia ?
3.
Bagaimana
Keanekaragaman
Fauna di Indonesia ?
4.
Apa saja tingkatan
keanekaragaman hayati?
5.
Apa saja Manfaat dan
nilai yang terkandung dalam keanekaragaman hayati ?
6.
Apa yang disebut
kepunahan?
7.
Bagaimana mencegah
terjadinya kepunahan?
8.
Bagaimana
menanggulangi terjadinya kepunahan?
9.
Apa strategi
nasional pengelolaan kepunahan di Indonesia?
10.
Apa saja bentuk
konservasi dalam menanggulangi permasalahan kepunahan di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Agar dapat mengetahui
konsep Keanekaragaman Hayati.
2.
Agar dapat mengetahui
Keanekaragaman Flora di Indonesia.
3.
Agar dapat mengetahui
Keanekaragaman Fauna di Indonesia.
4.
Agar dapat mengetahui
Manfaat dan nilai yang terkandung dalam keanekaragaman hayati
5.
Agar dapat
mengetahui tingkatan keanekaragaman hayati.
6.
Agar dapat
mengetahui cara mencegah dan menanggulangi kepunahan keanekaragaman hayati.
7.
Agar dapat
mengetahui usaha nasional pengelolaan kepunahan di Indonesia.
D.
Manfaat
Melalui makalah ini, diharapkan pembaca
mampu mengetahui dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan keanekaragaman
hayati, sehingga dapat ikut serta melestarikan keanekaragaman hayati di
Indonesia dengan ikut serta mendukung usaha nasional pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi permasalahan kepunahan di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman adalah semua kumpulan
benda yang bermacam-macam, baik ukuran, warna, bentuk, tekstur dan sebagainya.
Hayati yaitu menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi keanekaragaman hayati
menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme) penghuni biosfer.
Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”. Keanekaragaman atau
keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan
warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya.
Keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies
dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor penyebab keanekaragaman hayati,
yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik bersifat relatif konstan
atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Sebaliknya, faktor luar
relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Lingkungan atau faktor
eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban, curah hujan dan
faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari kedua induknya
sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu.
Dengan demikian fenotip suatu individu
merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya Keanekaragaman
hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme
tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel
satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu
sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.
B.
Keaneragaman
Flora Di Indonesia
Semua Kehidupan di bumi tergantung dari
tumbuhan. Manusia makan banyak jenis-jenis tumbuhan, sebagian besar hewan yang
ada di bumi ini juga makan tumbuhan, baik langsung maupun tidak langsung.
Tumbuhan sendiri dapat membuat makanannya sendiri, yaitu melalui proses
fotosintesis (memasak di daun). Dengan menggunakan udara dan tenaga sinar
matahari tumbuhan menghasilkan gula yang kemudian disimpannya dalam berbagai
tempat, seperti di daun, batang , akar, buah, dan lain-lain.
Kawasan Taman Hutan Raya Ir.H.Djuanda
merupakan hutan alam sekunder dan hutan tanaman yang mempunyai potensi flora
cukup variatif, terdirii dari tumbuhan tinggi dan tumbuhan rendah. Untuk
tumbuhan tinggi didominasi oleh jenis pinus sedangkan untuk tumbuhan rendah
didominasi oleh lumut dan pakis sehingga berfungsi sebagai laboratorium alam
(arboretum).
Hutan Tanaman mulai dikembangkan tahun
1950-an namun karena tumbuh pada lahan berbatu diametemya relatif kecil dan
pada tahun 1963 ditanam jenis tumbuhan kayu asing berasal dari luar daerah dan
luar negeri dilahan seluas 30 Ha yang terletak di sekitar Plaza dan Gua
Jepang.Hutan di kawasan ini merupakan vegetasi campuran yang terdiri dari 40
famili, 112 species diantaranya berasal dari luar negeri seperti sosis (kegelia
aethiopica) dari afrika, Mahoni Uganda (khaya anthoteca) dari Afrika barat,
Pinus Meksiko (pinus montecumae) berasal dari meksiko, cengal pasir (hopea
odorata) dari Burma, Cedar Hondura (cedrela maxicum m roem) dari Afrika Tengah
dan lain sebagainya, sedangkan yang berasal dari dalam negeri diantaranya :
Pinus (pinus merkusi jung), Bayur sulawesi (pterospermum celebicum) dari
Sulawesi, Kayu manis (cinnamonum burmanii) dari daerah Jawa Barat, Damar
(agathis damara) dari Maluku, Cemara Sumatera (casuarina sumatrana) dari
Sumatra, dan lain-lain.
C.
Keanekaragaman
Fauna Di Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis
fauna yang kaya. Taksiran jumlah jenis fauna Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Hewan menyusui ada 300
jenis,
2.
Burung ada 7500 jenis,
3.
Reptil ada 2500 jenis,
4.
Amfibi ada 1000 jenis,
5.
Ikan ada 8500 jenis,
6.
Keong ada 20.000 jenis,
7.
Serangga ada 250.000
jenis.
Indonesia memiliki 420 jenis burung yang
tersebar di 24 lokasi. Beberapa pulau di Indonesia memiliki jenis hewan
endemik, terutama di Palau Sulawesi, Papua dan di Kepulauan Mentawai.
Pola persebaran fauna di Indonesia di
warnai oleh pola kelompok kawasan oriental di sebelah barat dan kelompok
kawasan Australia di sebelah timur. Kelompak fauna di bagian tengah bersifat
peralihan dan beberapa diantaranya bersifat endemik. Tipe-tipe persebaran fauna
di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Tipe Asia
Fauna tipe Asia terdiri atas beberapa
jenis mamalia, burung, ikan, dan reptil. Di beberapa daerah, fauna ini sudah
punah dan di beberapa daerah lain sudah sangat langka. Berikut ini beberapa
fauna langka tersebut:
a.
Gajah
Gajah (Elephas maximus) terdapat di
seluruh Sumatra menghuni hutan hujan dataran rendah.
b.
Badak
Di Indonesia terdapat dua jenis badak,
yaitu badak jawa (Rhinocerus sondaicus) dan badak sumatra (Dicerorhinus
sumatrensis). Badak jawa lebih besar dibanding badak sumatra. Badak jawa bisa
mencapai berat 2 ton, sedangkan badak sumatra hanya 1 ton. Badak sumatra
merupakan badak terkecil yang masih hidup. Perbedaan lainnya adalah badak jawa
bercula satu, sedangkan badak sumatra mempunyai tonjolan kecil selain cula
sehingga terkesan bercula dua.
c.
Tapir
Tapir (Tapirus indicus) merupakan fauna
yang menakjubkan. Fauna ini diduga berasal dari hutan tropis Amerika Selatan.
Mengapa fauna ini sampai di Indonesia? belum diketahui penyebabnya. Saat ini
tapir hanya bisa ditemukan di hutan-hutan Sumatra. Melihat dari persebarannya,
mungkin tapir juga pernah hidup di Jawa dan Kalimantan tetapi kini sudah punah.
d.
Banteng
Di Sumatra, banteng telah mengalami
kepunahan. Saat ini, banteng liar hanya terdapat di Jawa dan kecil sekali
jumlahnya di Kalimantan.
e.
Kerbau Liar
Saat ini, ada sekitar empat juta lebih
kerbau yang diternakkan. Namun, populasi kerbau liar (Bubalus bubalis) di dunia
diperkirakan tinggal 100 ekor saja. Penyebab semakin berkurangnya populasi
kerbau liar adalah nilai ekonomis yang ada pada fauna ini.
f.
Harimau Sumatra
Pada mulanya ada tiga jenis harimau di
Indonesia, yaitu harimau bali, harimau jawa, dan harimau sumatra. Kini tinggal
harimau sumatra saja yang masih hidup.
g.
Macan Tutul
Macan tutul (Panthera pardus). Saat ini,
macan tutul hanya terdapat di Jawa menghuni kawasan perlindungan dan sedikit
sekali yang secara liar hidup di hutan. Fauna ini terancam punah karena
perburuan dan banyaknya penggunaan racun untuk umpan babi hutan yang merupakan
makanan macan tutul.
h.
Beruang Madu
Hewan ini terdapat di Sumatra dan
Kalimantan. Di Jawa, hewan ini telah punah. Beruang madu (Helarctos malayanus)
merupakan beruang terkecil di antara keluarga beruang. Hewan ini lamban dalam
bergerak, berat, jarak pandang pendek, matel bulu mengkilap, dan memiliki cakar
yang besar.
i.
Orang Utan
Orang utan (Pongo pyomaeus) merupakan
jenis primata yang hidup di hutan pegunungan Sumatra dan Kalimantan. Fauna ini
merupakan fauna endemik Indonesia yang hidup dengan makan buah-buahan hutan.
j.
Bekantan
Bekantan (Nasalis larvatus). Keberadaan
fauna ini perlu dijaga karena fauna ini jenis primata endemi yang hanya
terdapat di Kalimantan.
k.
Siamang
Jenis primata yang paling atraktif
adalah siamang (Hylobates klossi). Mereka dapat melakukan lompatan-lompatan
berbahaya di atas pohon-pohon yang sangat tinggi. Siamang dapat ditemukan di
Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Namun, keberadaannya juga terancam karena
kerusakan habitat mereka.
l.
Elang Jawa
Garuda Pancasila. Sebetulnya lambang itu
adalah gambaran dari elang jawa (Spizaetus bartelsi). Burung ini dipilih
sebagai lambang negara karena mirip dengan mitologi Garuda, dikenal sebagai
kendaraan Dewa Wisnu.
m. Curik
Bali
Curik bali (Leucopasar rothschildi)
adalah burung endemi di Bali, menghuni hutan musim ujung barat Laut Bali.
n.
Merak
Merak (Pavo muticus) berkerabat dekat
dengan ayam hutan. Meskipun bersayap lebar, fauna ini tidak bisa terbang jauh
seperti burung. Merak hanya bisa terbang dari cabang ke cabang pohon lain yang
berdekatan. Di Indonesia, merak hanya terdapat di Jawa. Konon, binatang ini dibawa
pedagang dari India. Merak menyukai hutan terbuka dan daerah perkebunan.
Populasi terbesar di Jawa terdapat di tiga taman nasional, yaitu di Ujung
Kulon, Alas Purwo, dan Baluran.
o.
Rangkong
Beberapa spesies burung rangkong
terdapat di wilayah barat. Sebagian lagi terdapat di wilayah Wallacea. Beberapa
yang terdapat di wilayah barat adalah rangkong badak (Buceros rhinoceros),
rangkong jambul (Aceros corrugatus), rangkong papan (Buceros bicornis),
rangkong perut putih (Anthracoceros albirostris), dan rangkong emas (Aceros
undulatus). Burung rangkong biasanya menempati pohon-pohon besar seperti
beringin di hutan Sumatra dan Kalimantan.
p.
Pesut Mahakam
Fauna ini termasuk mamalia yang hidup di
air tawar. Sesuai namanya, habitatnya di Sungai Mahakam, Kalimantan. Di
beberapa negara Asia juga terdapat jenis fauna ini misalnya di Sungai Gangga,
India dan di Sungai Irawadi, Myanmar. Karena bentuknya yang mirip lumba-lumba
(dolphin), ikan ini sering disebut freshdolphin atau lumba-lumba air tawar.
q.
Siluk
Siluk atau arwana (Scleropages formosus)
merupakan salah satu jenis ikan purba. Habitat ikan siluk adalah sungai dan
danau. Akhir-akhir ini, siluk yang semula hidup secara liar telah beralih ke
akuarium. Siluk telah menjadi lambang yang menunjukkan status sosial seseorang.
2.
Tipe Australia
Tidak seperti fauna tipe Asia yang
beberapa di antaranya berukuran besar, fauna tipe Australia tidak terlalu
besar. Ciri yang paling khas di kawasan ini adalah mamalia berkantong. Di
antara mamalia berkantong tersebut, beberapa jenis telah punah, yaitu beberapa
jenis walabi dan bandikut. Berikut ini beberapa fauna tipe Australia:
a.
Kanguru Pohon
Ada lima jenis kanguru pohon yang hidup
di hutan-hutan Papua. Lima jenis kanguru pohon tersebut adalah kanguru pohon
wakera (Dendrologus inustus), kanguru pohon mbasio (Dendrologus mbasio),
kanguru pohon nemena (Dendrologus ursinus), kanguru pohon ndomea (Dendrologus
dorianus), dan kanguru pohon hias (Dendrologus goodfellowi). Seperti kanguru di
Australia, kanguru pohon adalah jenis mamalia berkantong. Bedanya, kanguru
australia hidup di daratan, kanguru pohon hidup di atas pohon.
b.
Kuskus
Kuskus merupakan keluarga possum yaitu
hewan berkantong khas Australia. Beberapa di antaranya telah menyeberang
melewati Garis Weber dan berdiam di Sulawesi. Papua merupakan tempat yang
sesuai untuk kehidupan kuskus.
c.
Cenderawasih
Beberapa nama Latin burung ini adalah
paradisaea yang berarti surga. Cenderawasih yang ada di Indonesia meliputi 30
jenis. Dari jumlah itu, 28 jenis hidup di hutan-hutan Papua dan dua jenis menyebar
di Kepulauan Maluku. Beberapa cenderawasih yang terkenal adalah cenderawasih
merah (Paradisaea rubra), cenderawasih biru (Paradisaea rodolphi), cenderawasih
kecil (Paradisaea minor), cenderawasih ragiana (Paradisaea ragginana),
cenderawasih raja (Cicinnurus regius), cenderawasih magnificent (Cicinnurus
magnificus), cenderawasih botak (Cicinnurus respublica), cenderawasih dua belas
kawat (Seleucidis melanoleuca), dan cenderawasih superba (Pophorina superba).
d.
Kasuari
Kasuari termasuk jenis burung raksasa.
Tinggi burung ini bisa mencapai 100–180 sentimeter dan beratnya bisa 60 kg.
e.
Nokdiak Nata Fem
(Landak Papua)
Nokdiak dalam bahasa Yunani berarti
lidah yang besar. Fauna ini sungguh aneh karena meskipun termasuk keluarga
mamalia, tetapi perkembangbiakannya dengan bertelur.
f.
Walabi
Beberapa jenis walabi telah punah dari
Bumi Papua akibat perburuan liar karena dagingnya sangat digemari. Dari sekian
jenis walabi, yang tersisa kini hanya jenis walabi saham (Macropus agile) yang
mendiami rawa terbuka di Papua. Untuk mencegah kepunahan, walabi kini
dilindungi di daerah perlindungan Taman Nasional Wasur. Sekilas bentuk walabi
ini mirip dengan kanguru. Keduanya merupakan fauna tipeAustralia.
3.
Tipe Peralihan
Fauna tipe peralihan menempati wilayah
Wallacea yang meliputi Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, dan beberapa pulau
kecil di perairan laut dalam. Dari segi jenis dan jumlah, boleh jadi fauna tipe
ini tidak sebanyak fauna tipe Asia maupun Australia.
Namun, beberapa fauna tipe Asia dan
Australia terdapat di kawasan ini. Di kawasan ini pula terdapat fauna yang
tidak terdapat di kawasan lain di dunia. Beberapa fauna tipe peralihan kini
terancam kepunahan karena habitatnya rusak dan banyak diburu untuk
diperdagangkan. Beberapa yang terancam kepunahan sebagai berikut:
a.
Anoa
Anoa adalah jenis kerbau tetapi kerdil.
Binatang ini sangat pemalu sehingga jarang terlihat. Anoa dibedakan menjadi
dua, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depresicornis) dan anoa gunung (Bubalus
quarlesi). Fauna ini adalah jenis endemi di Sulawesi.
b.
Babi Rusa
Babi rusa (Babyrousa babyrussa) berbeda
dengan babi hutan tipe Asia dan babi mana pun di dunia.
c.
Krabuku
Binatang ini sangat aneh karena sangat
kecil. Berat badannya hanya 120 gram sehingga menjadikannya primata terkecil di
dunia. Krabuku (Tarsius spectrum) lebih mirip kuskus daripada kera. Namun, ia
lebih berkerabat dengan kera tipe Asia daripada kuskus tipe Australia.
d.
Rangkong Sulawesi
Rangkong sulawesi (Aceros cassidix) dan
(Penelopidus exarhatus) hanya terdapat di Sulawesi.
e.
Maleo
Maleo (Macrocephalon maleo) adalah fauna
yang sangat aneh dalaM perkembangbiakan.
f.
Komodo
Komodo (Varanus komodensis) merupakan
binatang purba yang masih hidup. Fauna ini telah lama mengagumkan para ilmuwan
karena hanya terdapat di Pulau Komodo dan pulau-pulau kecil didekatnya.
D.
Tingkat Keanekaragaman Hayati
1.
Keanekaragaman Jenis
Untuk mengetahui keanekaragaman
hayati tingkat jenis pada tumbuhan atau hewan, dapat diamati, antara lain
ciri-ciri fisiknya. Misalnya bentuk dan ukuran tubuh,warna, kebiasaan hidup dan
lain-lain.
Sebagai contoh dalam suku
kacang-kacangan, antara lain; kacang tanah, kacang kapri, kacang hijau dan
kacang buncis. Di antara jenis kacang-kacangan tersebut dapat dengan mudah
dibedakan, karena diantara jenis tersebut ditemukan ciri-ciri yang berbeda antara
ciri satu dengan yang lainnya. Misalnya ukuran tubuh atau batang (ada yang
tinggi dan pendek); kebiasaan hidup (tumbuh tegak, ada yang merambat), bentuk
buah dan biji, warna biji, jumlah biji, serta rasanya yang berbeda.
Sebagai contoh hewan adalah suku
Felidae. Walaupun hewan-hewan tersebut termasuk dalam satu familia/suku
Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan sifat yang
mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran tubuh, tingkah
laku, serta lingkungan hidupnya
Contoh :
Keluarga
Felidae
Keluarga Kacang-kacangan
Walaupun hewan-hewan tersebut
termasuk dalam satu familia/suku Felidae, tetapi diantara mereka terdapat
perbedaan-perbedaan sifat yang mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe
lorengnya, ukuran tubuh, tingkah laku, serta lingkungan hidupnya. Dari
contoh-contoh di atas, Anda dapat mengetahui ada perbedaan atau variasi sifat
pada kucing, harimau, singa dan cheetah yang termasuk dalam familia/suku
Felidae. Variasi pada suku Felidae ini menunjukkan keanekaragaman pada tingkat
jenis. Hal yang sama terdapat juga pada tanaman kelapa, aren, pinang, dan
lontar yang termasuk suku Palmae atau Arecaceae. Contoh lain keanekaragaman jenis
burung, serangga, ikan, dll.
2.
Keanekaragaman Genetis
Setiap sifat organisme hidup
dikendalikan oleh sepasang faktor keturunan (gen), satu dari induk jantan dan
lainnya dari induk betina. Genetik adalah berbagai
variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme yang diturunkan secara
fisik dari induknya (orang tuanya).
Genetik
ini dibentuk dari AND (Asam Deoksiribo Nukleat) yang berbentuk molekul-molekul
yang terdapat pada hampir semua sel. Keanekaragaman
tingkat ini dapat ditunjukkan dengan adanya variasi dalam satu jenis. misalnya
: -variasi jenis kelapa : kelapa gading, kelapa hijau-variasi jenis anjing :
anjing bulldog, anjing herder, anjing kampung.
Adanya perbedaan warna, bentuk,
dan ukuran dalam satu jenis disebut variasi.
Contoh:
a.
Pada tanaman bunga mawar. Tanaman
ini memiliki bunga yang berwarna-warni, dapat berwarna merah, putih atau
kuning. Atau pada tanaman mangga, keanekaragaman dapat ditemukan antara lain
pada bentuk buahnya, rasa, dan warnanya.
Gambar: Keanekaragaman Genetik Tanaman Puring
b.
Pada hewan : ayam kampung, ayam hutan, ayam ras, dan ayam lainnya. Variasi
nampak pada keanekaragaman sifat antara lain pada bentuk dan ukuran tubuh,
warna bulu dan bentuk pial (jengger).
c.
Pada manusia dapat diamati misalnya pada warna kulit, tinggi badan, jenis
rambut, bentuk hidung, dll.
3.
Keanekaragaman Hayati Tingkat
Ekosistem
Lingkungan hidup meliputi
komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis
makhluk hidup mulai yang bersel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel
banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik
meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban. Ini semua disebut
faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar
garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral.
Baik komponen biotik maupun
komponen abiotik sangat beragam atau bervariasi. Oleh karena itu, ekosistem
yang merupakan interaksi antara komponen biotik dengan komponen abiotik pun
bervariasi pula.
Di dalam ekosistem, seluruh
makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik,
baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen
abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam
suatu ekosistem. Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman tingkat ekosistem?
Perbedaan letak geografis antara
lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem.
Perbedaan letak geografis
menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan
temperature, curah hujan, intensitas cahaya matahari, dan lamanya penyinaran.
Keadaan ini akan berpengaruh terhadap jenis-jenis flora (tumbuhan) dan fauna
(hewan) yang menempati suatu daerah.
E.
Permasalahan
Banyak masalah yang dihadapi
dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia untuk pembangunan
nasional, baik berasal dari pemerintah, pengusaha, masyarakat dan lain-lain.
Dalam melaksanakan tugas sektornya, setiap pihak dalam pemerintahan seringkali
memerlukan sumber daya alam hayati, sehingga muncul perbedaan kepentingan.
Tumpang tindih minat ini menjadi lebih rumit apabila unsur kepentingan masyarakat
tradisional dan tekanan ekonomi diperhitungkan.
Di sisi lain, ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia belum memadahi untuk menangani pemanfaatan/pelestarian keanekaragaman
hayati secara seimbang, apalagi mengembangkan potensi ini secara optimal. Keanekaragaman
hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan, sebagian baru diketahui
potensinya, dan sebagian lagi belum dikenal.
Pada dasarnya keanekaragaman hayati
dapat memulihkan diri, namun kemampuan ini bukan tidak terbatas. Karena diperlukan
untuk hidup dan dimanfaatkan sebagai modal pembangunan, maka keberadaan
keanekaragaman hayati amat tergantung pada perlakuan manusia. Pemanfaatan
keanekaragaman hayati secara langsung bukan tidak mengandung resiko. Dalam hal
ini, kepentingan berbegai sektor dalam pemerintahan, masyarakat dan swasta
tidak selalu seiring. Banyak unsur yang mempengaruhi masa depan keanekaragaman hayati
Indonesia, seperti juga tantangan yang harus dihadapi dalam proses pembangunan nasional
secara keseluruhan, khususnya jumlah penduduk yang besar dan menuntut tersedianya
berbagai kebutuhan dasar.
Peningkatan kebutuhan dasar
tersebut antara lain menyebabkan sebagian areal hutan alam berubah fungsi dan
menyempit, dengan ratarata pengurangan 15.000-20.000 hektar per tahun
(Soeriaatmadja, 1991). Kawasan di luar hutan yang mendukung kehidupan keanekaragaman
hayati seperti daerah persawahan dan kebun-kebun rakyat berubah peruntukan dan
cenderung menjadi miskin keanekaragaman hayatinya. Mengingat perusakan habitat
dan eksploitasi berlebihan, tidak mengherankan jika Indonesia memiliki daftar
spesies terancam punah terpanjang di dunia, yang mencakup 126 jenis burung, 63
jenis mamalia dan 21 jenis reptil, lebih tinggi dibandingkan Brasil dimana burung,
mamalia dan reptil yang terancam punah masing-masing 121, 38 dan 12 jenis. Sejumlah
spesies dipastikan telah punah pada tahun-tahun terakhir ini, termasuk trulek jawa/trulek
ekor putih (Vanellus macropterus) dan sejenis burung pemakan serangga (Eutrichomyias
rowleyi) di Sulawesi Utara, serta sub spesies harimau (Panthera tigris) di Jawa
dan Bali.
Populasi spesies yang saat ini
sangat rentan terhadap ancaman penjarahan dan lenyapnya habitat cukup banyak,
seperti penyu laut, burung maleo, kakak tua dan cendrawasih. Seiring dengan berubahnya fungsi
areal hutan, sawah dan kebun rakyat, menjadi area permukiman, perkantoran, industri,
jalan dan lain-lain, maka menyusut pula keanekaragaman hayati pada tingkat Jenis,
baik tumbuhan, hewan maupun mikrobia. Pada gilirannya jenis-jenis tersebut menjadi
langka, misalnya jenis-jenis yang semula banyak terdapat di Pulau Jawa, seperti
nam-nam, mundu, kepel, badak Jawa dan macan Jawa sekarang mulai jarang dijumpai.
Penyusutan keanekaragaman jenis
terjadi baik pada populasi alami, maupun budidaya. Berkurangnya keanekeragaman
hayati populasi budidaya tercatat dengan jelas. Pemakaian bibit unggul secara
besar-besaran menyebabkan terdesak dan menghilangnya bibit tradisional yang
secara turun-temurun dikembangkan oleh petani. Pemanfaatan lahan untuk
kepentingan berbagai sektor lain, tidak selalu memperhitungkan akibat yang
terjadi pada lingkungan hidup. Memang harus diakui pelestarian keanekaragaman
hayati memberikan keuntungan yang bersifat tidak langsung, sehingga manfaatnya
sukar untuk segera dirasakan, seperti manfaat tumbuhan untuk pengatur air,
penutup tanah, penjaga udara sehat dan lain-lain. Indonesia menganut asas
pemanfaatan kekayaan alam yang berupa keanekaragaman hayati secara lestari,
seperti disebutkan dalan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Di Indonesia peraturan
perundangundangan yang berkaitan dengan pelestarian keanekaragaman hayati telah mencukupi, namun
implementasinya masih lemah dan kurang efektif.
Sementara itu terdapat pula peraturan-peraturan
yang dibuat pemerintah pusat atau sektor tertentu yang tidak menampung
kepentingan pemerintah daerah atau sektor lain.
Di samping itu, konsep pelestarian
yang ada sering tidak padu dengan pemanfaatannya. Penelitian mengenai
keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan oleh lembaga penelitian dan
perguruan tinggi di Indonesia, meskipun hasilnya terserak di berbagai tempat dan
pada umumnya tidak ditujukan untuk pemanfaatan atau pelestarian, serta tidak mencakup
aspek-aspek sosial budaya. Oleh karenanya penggalian, pemanfaatan, pemaduan data
dan informasi mengenai keanekaragaman hayati masih perlu dibudayakan.
Masalah utama dalam biodiversitas
adalah turunnya keanekaragaman hayati yang diakibatkan oleh pencemaran
lingkungan hidup hayati. Lingkungan untuk keanekaragaman hayati mliputi hutan,
air, tanah, udara, dan laut. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hayati
(ekosistem) merupakan penyebab turunnya keanekaragaman hayati (lihat gambar 3
dan gambar 4 pada lampiran). Secara umum, rusaknya suatu ekosistem disebabkan
oleh perusakan habitat, pembudidayaan spesies tertentu, polusi zat-zat kimia,
pemburuan liar, erosi tanah, dan usaha pencagaran yang tidak berjalan lancar.
Yang menjadi dasar dari masalah
perusakan ekosistem. ini adalah perubahan fungsi suatu ekosistem menjadi fungsi
yang lain. Hal-hal yang menyebabkannya antara lain penggundulan hutan,
pembangunan, dan pembuatan bendungan. Menurut data statistik kehutanan, hutan
Indonesia seluas 141,8 juta pada tahun 1991. Pada tahun 2001, menjadi 108,6
juta turun 32,2 juta ha. Hal ini mengakibatkan banyak spesies punah.
Jumlah spesies yang ada di bumi
ini sangat beraneka ragam. Hingga saat ini, diperkirakan ada 13.620.000 spesies
dan 1.750.000 diantaranya telah teridentifikasi (lihat lampiran tabel 1 pada
lampiran). Dari sekitar 12,8 % spesies yang telah teridentifikasi tersebut
hanya sedikit yang berguna bagi kehidupan manusia, misalnya seperti kelapa
sawit, padi, tembakau, bawang merah, sapi, ayam, Sacharomyces sp, dan lain
sebagainya (Hunter, Fundamentals Conservation of Biology). Manusia hanya
menginginkan untuk memperbanyak spesies-spesies tertentu yang berguna baginya.
Akibatnya, spesies-spesies lain yang dianggap belum berguna karena belum
diketahui fungsinya bagi kehidupan manusia terancam punah. Dikhawatirkan
apabila hal ini terus berlangsung maka jumlah spesies di muka bumi ini semakin
berkurang.
Zat-zat seperti CO2, SO2, CFC,
NOX, N2O5, dan CH4 merupakan zat yang paling berdampak pada keanekaragaman
hayati. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan pemanasan global, penipisan lapisan
ozon, dan hujan asam yang sangat mempengaruhi keadaan suatu ekosistem menjadi
layak untuk dijadikan habitat kehidupan atau tidak. Selain itu juga ada limbah
yang dihasilkan oleh industri, rumah tangga, pertanian, peternakan, dan
perikanan. Hal ini menyebabkan hanya spesies tertentu saja yang dapat hidup.
Terutama spesies yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Pengambilan SDA secara liar
menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati. Hal ini dapat berupa pemancingan
ikan, pemburuan hewan, dan penebangan hutan secara ilegal. Sampai saat ini
tercatat di Indonesia bahwa pemancingan ikan secara ilegal mencapai 180 kasus
pertahun. pemburuan hewan secara ilegal diakibatkan karena kebutuhan daging
selalu meningkat sekitar 20% per tahun. penebangan hutan secara ilegal mencapai
138 kasus.
Ekosistem yang berada di air
mencakup sungai, danau, air tawar, dan laut. Dalam ekosistem air terdapat
berbagai jenis organisme seperti ikan, alga, dan terumbu karang. Akibat adanya
erosi tanah kedalaman air baik di sungai, danau, air tawar, dan laut semakin
berkurang. Pendangkalan tersebut menyebabkan wilayah untuk hidup semakin
berkurang sehingga organisme yang hidup terancam punah.
Usaha untuk mengatasi penurunan
jumlah keanekaragaman hayati sudah ada. Yaitu dengan metode in situ dan ex
situ. In situ adalah pencagaran di tempat hidupnya sendiri. Ex situ adalah
pencagaran di tempat hidup yang lain.Namun, pada prakteknya usaha tersebut
masih memiliki masalah. Masalah pada pencagaran in situ adalah masalah semakin
sempitnya luas habitat. Untuk ex situ sendiri, tersendat karena masalah biaya
yang sangat besar hingga miliaran rupiah. Di indonesia sendiri, baik in situ
dan ex situ tidak berjalan dengan baik. Diperkirakan 126 jenis burung, 63
mamalia, dan 21 jenis reptilia di Indonesia terancam punah.
F.
Kepunahan
Dalam biologi berarti
hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau
sekelompok takson.
Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir
spesies tersebut, walaupun kemampuan untuk berkembang biak tidak ada lagi
sebelumnya. Tetapi dikarenakan wilayah sebaran sebuah spesies atau takson yang
bisa sangat luas, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu kepunahan.
Kesulitan ini dapat berujung kepada suatu fenomena yang dinamakan takson
Lazarus, di mana sebuah spesies dianggap
telah punah tetapi muncul kembali.
Melalui
proses evolusi,
spesies yang baru muncul dari suatu mekanisme spesiasi (dalam
bahasa Inggris: speciation) di mana jenis makhluk hidup baru muncul dan
berkembang biak secara lancar bila mereka mempunyai ecology niche.
Spesies akan punah bila mereka tidak bisa bertahan bila ada perubahan pada ekologi mereka
ataupun bila persaingan semakin ketat dengan makhluk hidup lain yang lebih
kuat. Umumnya, suatu spesies akan punah dalam waktu 10 juta tahun, dihitung
dari permulaan kemunculannya. Beberapa spesies, biasanya juga disebut fosil
hidup, telah bertahan dan tidak banyak
berubah selama ratusan juta tahun. Salah satu contoh fosil hidup adalah buaya.
Terdapat berbagai tingkatan
kepunahan, yaitu :
1.
Punah dalam skala global : jika beberapa individu hanya dijumpai di dalam
kurungan atau pada situasi yang diatur oleh manusia, dikatakan telah punah di
alam
2.
Punah dalam skala lokal (extirpated) : jika tidak ditemukan di tempat
mereka dulu berada tetapi masih ditemukan di tempat lain di alam
3.
Punah secara ekologi : jika terdapat dalam jumlah yang sedemikian sedikit
sehingga efeknya pada spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan
4.
Kepunahan yang terutang (extinction debt) : hilangnya spesies di masa depan
akibat kegiatan manusia pada saat ini
Diperkirakan pada masa lampau
telah terjadi 5 kali episode kepunahan massal. Kepunahan massal terbesar diperkirakan terjadi pada akhir
jaman permian, 250 juta tahun lalu. Diperkirakan 77%-96% dari seluruh biota
laut punah ketika ada gangguan besar seperti letusan vulkanik serentak atau
tabrakan dengan asteroid yang menimulkan prubahan dramatik pada iklim bumi
sehingga banyak spesies mengalami kepunahan.
Kepunahan
sesungguhnya merupakan fenomena alamiah, namun mengapa hilangnya spesies
menjadi masalah? Pengurangan atau penambahan spesies secara efektif ditentukan
oleh laju kepunahan dan laju spesiasi. Spesiasi adalah proses yang lambat.
Selama laju spesiasi sama atau leih cepat daripada laju kepunahan maka
keanekaragaman hayati akan tetap konstan atau bertambah. Pada periode geologi
yang lalu hilangnya spesies diimbangi atau dilampaui oleh evolusi dan
pembentukan spesies baru. Saat ini tingkat kepunahan mencapai 100-1000 kali
dari tingkat kepunahan. Disebabkan oleh aktivitas manusia. Kepunahan saat ini
disebut kepunahan keenam.
Secara konseptual, biologis, dan hukum,
spesies merupakan fokus utama dalam konservasi. Sebagian besar masyarakat telah
memahami konsepsi spesies dan mengetahui bahwa dunia memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi tetapi sebagian di antaranya sedang menuju kepunahan. Ahli
biologi telah memfokuskan pada spesies selama berabad abad dan telah
mengembangkan sistem penamaan, pengkatalogan, dan perbandingan antar spesies.
Berbagai upaya konservasi telah dilakukan, mulai dari pendanaan sampai program
recovery difokuskan pada spesies. Peraturan perundangan tentang konservasi juga
memfokuskan pada spesies. Misalnya: US Endangered Species Act, Convention on
International Trade in Endangered Species, Perlindungan Floran dan Fauna di
Indonesia.
G.
Faktor Penyebab Kepunahan
Faktor-faktor yang mendorong
semakin meningkatnya kepunahan antara lain : Kerusakan hutan tropis, Kehilangan
berbagai spesies, Kerusakan habitat, fragmentasi habitat, Kerusakan ekosistem,
Polusi, Perubahan iklim global, Perburuan, eksploitasi berlebihan, Spesies
asing/pengganggu, dan Penyakit. Masing-masing faktor saling mempengaruhi satu
sama lain.
1.
Hilangnya habitat
Ancaman terbesar bagi
keanekaragaman hayati adalah penghancuran habitat oleh manusia. Pertambahan
penduduk dan peningkatan konsumsi sumberdaya alam, menyusutkan luasan ekosistem
secara dramatis. Pembangunan bendungan, pengurugan danau, merusak banyak
habitat perairan. Pembangunan pesisir menyapu bersih karang dan komunitas
pantai.
Hilangnya hutan tropis sering
disebabkan perluasan lahan pertanian dan pemungutan hasil hutan secara
besar-besaran. Sekitar 17 juta hektar hutan hujan tropis dibabat habis tiap
tahun, sehingga sekitar 5-10 % species dari hutan hujan tropis akan punahda lam
30 tahun mendatang.
2.
Species pendatang
Dalam ekosistem yang terisolasi,
seperti pada pulau kecil yang jauh dari pulau lain, kedatangan species pemangsa
, pesaing atau penyakit baru akan cepat membahayakan species asli. Di
Indonesia, kedatangan padi-padi varietas unggul secara perlahan dan sistematis
menggususr varietas padi lokal. Kini kita sulit menemukan padi lokal seperti
rojo lele, jong bebe, dll. Yang rasanya jauh lebih enak dari jenis pendatang.
Menurut catatan, 1500 jenis padi lokal Indonesia punah dalam 15 tahun terakhir.
3.
Eksploitasi berlebihan
Banyak sumberdaya hutan,
perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara berlebihan. Banyak kelangkaan
disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading gajah, cula badak, burung
nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi
alami, hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh ke dalam hutan.
Banyak sumberdaya hutan,
perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara berlebihan. Banyak kelangkaan
disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading gajah, cula badak, burung
nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi
alami, hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh ke dalam hutan.
4.
Pencemaran
Pencemaran mengancam, bahkan
melenyapkan species yang peka. Pestisida ilegal yang digunakan untuk
mengendalikan udang karang sepanjang perbatasan Taman Nasional Coto Donana di
Spanyol, telah membunuh 30.000 ekor burung. Pertambakan udang yang intensif di
sepanjang pantai utara pulau Jawa telah merusakkan sebagian besar terumbu
karang dan hutan mangrove, karena sisa makanan udang dan pemupukan tambak
merangsang pertumbuhan alga yang menghancurkan terumbu karang.
5.
Perubahan iklim global
Di masa mendatang efek samping
pencemaran udara yang menimbulkan pemanasan global, mengancam keragaman hayati.
Efek rumah kaca menaikkan suhu bumi 1-3 o C, sehingga permukaan laut naik 1-2
meter. Banyak species flora dan fauna tidak akan mampu menyesuaikan diri.
6.
Monokulturisasi
Industri pertanian dan kehutanan
yang memprioritaskan ekonomi terbukti memberi andil besar bagi hilangnya
keragaman hayati. Pertanian dan kehutanan modern cenderung monokultur,
menggunakan pupuk dan pestisida untuk mendapat hasil sebesar-besarnya. Hutan
tanaman industri (HTI) memprioritaskan tanaman-tanaman eksotik (dari luar) yang
dapat dipanen dengan cepat, seperti acaccia mangium, eucalyptus sp, sehingga
menggususr jenis lokal dan mengubah ekosistem hutan secara drastis.
Berbagai uraian tentang
keanekaragaman hayati, mulai dari berbagai kriteria keragaman hayati, species
terancam punah beserta kategorisasinya, serta berbagai ancaman yang dapat
menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, melengkapi pemahaman mahasiswa
mengenai pentingnya melakukan kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati bagi
kepentingan umat manusia dan keselamatan bumi.
H. Daftar beberapa
organisme yang terancam punah di Indonesia beserta status konservasinya :
1.
Harimau Sumatra, Badak Jawa, Jalak Bali, Arwana Asia :
KRITIS(= spesies menghadapi
risiko tinggi kepunahan di waktu dekat)
2.
Orang utan, Banteng, Anoa : GENTING(= spesies yang menghadapi risiko kepunahan sangat tinggi
di waktu mendatang)
3.
Cheetah, komodo, Babirusa : RENTAN(=spesies menghadapi risiko tinggi kepunahan di masa depan)
4.
Ayam hutan dan Macan Tutul : RESIKO RENDAH (= ancaman langsung bagi kelangsungan hidup spesies
tidak ada)
I.
STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN
Untuk mengelola keanekaragaman
hayati Indonesia memerlukan strategi nasional sebagai alat bantu agar semua
pihak dalam melaksanakan tugasnya mengupayakan pelestarian pemanfaatan
keanekaragaman hayati, sehingga pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dapat dilaksanakan. Dalam strategi nasional ini asas yang dianut
adalah pemanfaatan ilmu dan teknologi, diversifikasi pemanfaatan dan
keterpaduan pengelolaan.
Prioritas pendekatannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia, memberikan sumber pendapatan dan mengembangkan
lingkungan hidup yang sehat. Pemerintah telah berupaya agar laju penyusutan
keanekaragaman hayati dapat dikurangi dengan menyisihkan areal hutan alami
untuk kawasan pelestarian. Di dalam areal tersebut keanekaragaman hayati diharapkan
dapat dipertahankan secara in situ (habitat asli).
Menurut data tahun 1987, kawasan yang dilindungi untuk melestarikan keanekaragaman
hayati secara in situ sebanyak 347 lokasi, terdiri dari 184 cagar alam seluas
7.111.880 ha, 69 suaka marga satwa seluas 5.009.970 ha, 68 hutan wisata seluas
4.665.320. Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah kawasan konservasi in situ meningkat
menjadi 475 lokasi seluas 22,6 juta hektar atau 11,78% dari luas dataran Indonesia
(Anonim, 1996). Hail ini mengisyaratkan kemauan baik pemerintahIndonesia untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati. Pelestarian secara in situ nerupakan cara
yang ideal, namun pada kenyataanya perlu dilengkapi dengan pelestarian secara ex
situ.
Di Indonesia kebun raya, kebun
binatang, kebun koleksi dan sebagainya telah berkembang sejak lama. Sayangnya,
lahan tempat pelestarian ex situ itu sering tergusur untuk peruntukan lain.
Oleh karenanya, pelestarian ex situ perlu dimantapkan dan perpaduan
pemanfaatannya dengan keperluan lain perlu diwujudkan. Di tingkat
internasional, perkembangan bioteknologi untuk pemanfaatan keanekaragaman hayati
berlangsung sangat cepat, terutama di bidang farmasi. Rekayasa tingkat molekul
dalam inti sel membangkitkan harapan diproduksinya senyawa bervolume kecil
tetapi bernilai ekonomi tinggi. Di bidang pertanian, bioteknologi telah
diterapkan dalam perbanyakan tanaman, yang menghasilkan bibit seragam dalam
jumlah besar dan dalam waktu singkat. Bioteknologi juga memberikan harapan
pemuliaan varietas tanaman pangan utama, seperti padi, jagung, ubi kayu dan
lainlain. Kegiatan pemuliaan mencakup pula pelestarian ex situ yakni bahan
mentah dari alam yang digunakan untuk perakitan varietas unggul. Bahan mentah
ini dikenal sebagai plasma nutfah.
Tanggung jawab pengelolaan
keanekaragaman hayati tidak hanya terletak di tangan pemerintah, tetapi juga
semua pihak. Pada saat ini banyak pihak yang terkait dengan penanganan
pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati. Untuk itu perlu disepakati
pembagian kerja antar semua unsur, sehingga pemborosan energi dan waktu dapat
dihindari. Pemerintah berkewajiban mengembangkan peraturan perundang-undangan
yang mengatur pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman hayati serta
melaksanakan bagian yang menjadi kepentingan nasional/umum.Pihak swasta tidak
hanya berkepentingan untuk memanfaatkannya, tetapi juga berkewajiban untuk
memelihara serta menyeimbangkan kepentingan dan kewajiban.
Ilmuwan dan akademisi
berkepentingan untuk mengungkapkan keanekaragaman hayati, yang pada gilirannya
akan menjadi dasar pemanfaatan dan pelestariannya, mengingat pelestarian dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
memerlukan data dasar yang dapat dipercaya kebenarannya. Data ini sering belum
tersedia, sehingga penelitian keanekaragaman hayati perlu diarahkan untuk pengumpulan
data dasar tersebut.
Di samping itu, agar
keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan
manusia Indonesia, inovasi teknologi perlu didorong dan ditingkatkan. Lembaga
Swadaya Masyarakat yang umumnya mempunyai kemampuan melihat kelemahan-kelemahan
dalam sistem pelaksanaan pembangunan dapat menjadi mitra pemerintah dalam
mengisi relung-relung yang tidak terjangkau pemerintah. Masyarakat yang langsung
memanfaatkan keanekaragaman hayati perlu menyadari kewajiban untuk ikut melestarikan.
Banyak masyarakat tradisional yang memiliki kearifan pelestarian lingkungan beserta
keanekaragaman hayatinya. Kearifan yang berkaitan dengan aspek sosial budaya setempat
ini perlu direkam dan dikembangkan sehingga tidak hilang tertelan zaman.
Setiap sektor dalam pemerintahan
perlu memiliki strategi untuk memanfaatkan dan melestarikan keanekaragaman
hayati yang menjadi tanggung jawabnya. Diperlukan pula komitmen bersama untuk
saling memadukan kepentingan sehingga tumpang tindih minat dan tanggung jawab
dapat dihindari. Dalam pembangunan nasional pengawasan melekat merupakan tekat
pemerintah.
Dalam pemanfaatan dan pelestarian
keanekaragaman hayati pemantauan dan pengawasan semua kegiatan perlu
ditingkatkan. Pada tahun 1989 dengan surat keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No: 60/MNKLH/12/1989 dibentuk suatu kelompok
kerja di Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang khusus
menangani masalah keanekaragaman hayati yaitu kelompok kerja pemanfaatan dan
konservasi keanekaragaman hayati. Kelompok kerja ini mempunyai tugas dan fungsi
menyusun kebijaksanaan pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Upaya-upaya pemerintah Indonesia dalam pelestarian (konservasi)
keanekaragaman hayati antara lain sebagai berikut:
1.
Taman Nasional, merupakan kawasan
konservasi alam dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan.
Beberapa taman nasional di Indonesia:
a.
Taman Nasional Gunung Leuser; terletak di Propinsi
Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Contoh tumbuhan yang
dilestarikan: meranti, keruing, durian hutan, menteng, Rafflesia arnoldi
var.atjehensis. Hewan yang dilestarikan: gajah, beruang Malaya, harimau
Sumatra, badak Sumatra, orangutan Sumatra, kambing sumba, itik liar, tapir.
b.
Taman Nasional Kerinci Seblai; terletak di Propinsi
Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Tumbuhan yang
dilestarikan: bunga bangkai (Amorphophalus titanium), Rafflesia arnoldi, palem,
anggrek, kismis. Hewan yang dilestarikan: tapir, kelinci hutan, landak,
berang-berang, badak Sumatra, harimau Sumatra, siamang, kera ekor panjang.
c.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan; terletak di
propinsi Bengkulu sampai Lampung. Tumbuhan yang dilestarikan: meranti (Shorea
sp), keruing (Diptetrocarpus sp), damar (Agathis alba), kemiri (Aleurites
moluccana), mengkudu (Morinda citrifolia), Rafflesia arnoldi. Hewan yang
dilestarikan: gajah, tapir, badak Sumatra, landak, trenggiling, ular sanca,
bangau putih, rangkong, dan lain-lain.
d.
Taman Nasional Ujung Kulon; terletak di kawasan ujung
barat Pulau Jawa. Taman Nasional ini merupakan habitat terakhir dari
hewan-hewan yang terancam punah, seperti: badak bercula satu (Rhinoceros
sendaicus), banteng (Bos sondaicus), harimau loreng (Panthera tigris), dan
surili (Presbytis aygula).
2.
Cagar Alam, kawasan suaka alam yang mempunyai
ciri khas tumbuhan, satwa dan ekosistem, yang perkembangannya diserahkan pada
alam. jadi di cagar alam digunakan untuk melindungi hewan2 dan tumbuhan2
langka.
3.
Suaka marga satwa, berbeda dengan cagar alam kepentingan khusus suaka
marga satwa adalah untuk melestarikan hewan2 langka.
4.
Kebun Raya, kumpulan tumbuh-tumbuhan di suatu tempat, berasal dari
berbagai daerah yang ditanam untuk tujuan konservasi ex situ (pelestarian di
luar tempat asalnya), ilmu pengetahuan, dan rekreasi, contoh: Kebun Raya Bogor,
Kebun Raya Purwodadi.
5.
Hutan Wisata, kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat wilayahnya
perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan, yang dapat dimanfaatkan bagi
kepentingan pendidikan, konservasi alam, dan rekreasi. Contoh hutan wisata
yaitu hutan wisata Pangandaran.
6.
Taman laut, merupakan wilayah lautan yang mempunyai ciri khas
berupa ke-indahan alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam, yang
diperuntukkan guna melindungi plasma nutfah lautan. Contoh: Bunaken di Sulawesi
Utara.
7.
Hutan lindung, kawasan hutan alam yang biasanya terletak di daerah
pegunungan yang dikonservasikan untuk tujuan melindungi lahan agar tidak
tererosi dan untuk mengatur tata air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar