Jumat, 19 Agustus 2016

Tugas Hukum Bisnis Analisis Kasus Nenek Asiyani


Nenek Asiyani  didakwa terkena pasal 12 junto pasal 82 ayat q uu 18 tahun 2013 tentang  pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, ilegal loging. Dalam pasal tersebut nenek Asiyani bisa terkena penjara maksimal 5 tahun. Dalam kasus itu nenek asiyani diduga menebang 7 batang kayu pohon jati milik dinas perhutani. Menurut tutur nenek asiyani pohon tersebut memang lahan milik dia sendiri. Itu juga terbukti dengan sisa penebangan hutan dan surat tanah dan kesaksian kepala desa setempat yang membenarkan bahwa lahan yang dijadikan tempat penebangan hutan itu milik nenek asiyani.
Kasus ini menurut analisa saya sangat dipaksakan dan memberatkan korban yang tergolong orang miskin dan buta akan hokum. Pasal yang dipakai untuk nenek asiyani juga terlalu berat yaitu tentang illegal loging padahal menurut analisa saya pasal yang digunakan seharusnya pasal tentang pencurian biasa.
Pasal tentang illegal loging harusnya ditunjukan untuk perusahaan atau lembaga yang dengan sengaja merusak hutan dan illegal loging untuk perusahaannya yang mengakibatkan kerugian yang besar. Kita juga tahu illegal loging di Indonesia memandang sebelah mata dimana perusahaan yang memiliki dana yang besar mereka bisa lelusa untuk menebang hutan milik dinas perhutani.
Hukum di Indonesia perlu adanya revisi tentang hukum bagi rakyat miskin. Di Indonesia  sudah banyak kasus yang menjerat orang miskin yang buta akan hukum. Pemerintah harus tegas dalam memandang sebuah kasus apalagi bagi rakyat miskin seperti nenek asiyani. Dalam kasus nenek asiyani terkesan memaksakan pasal yang menjeratnya padahal sudah ada bukti bahwa pohon tersebut ditanam dilahan milik nenek asiyani. Seharusnya nenek asiyani bisa terbebas dari kasus illegal loging dan terkena pasal yang ringan misalkan tentang penebangan pohon jati yang dilindungi oleh pemerintah.
Dalam kasus nenek Asiyani hakim harus lebih bijak memandang kasus tersebut. Apalagi hanya 7 batang pohon jati. Memang hukum harus ditegakan tetapi kita juga harus teliti dalam menangani kasus tersebut apalagi yang terkena seorang nenek yang sudah berumur 63 tahun dengan kasus yang ringan. Kita contoh saja apakah hukumnya sama bagi yang mereka mencuri 7 batang pohon jati dengan mereka yang mencuri pohon berhektar-hektar luasnya. Dalam global memang sama mereka mencuri pohon tetapi substansinya kan berbeda. Nilai dari mencurinya itu kan berbeda. Dalam kasus pembunuhan berencana dengan pembunuhan tidak sengaja pasti akan mendapatkan hukuman yang berbeda walau sama-sama konteks membunuh.
Dalam kasus ini media sangat berpengaruh dalam sebuah kasus hukum. Apabila kasus hukum yang diderita orang miskin dan tercium media maka kasus iku akan semakin dipermudah tetapi apabila kasus itu tidak tersentuh media maka yang rakyat miskin tidak tahu akan hukum semakin teraniaya oleh hukum tersebut. Sebagai contoh nenek asiyani setelah mendekam dalam penjara 3 bulan tanpa kejelasan hukum baru dia boleh ditangguhkan penahanan gara-gara tercium oleh media. Seharusnya hukum lebih melek entah itu udah terkonsumsi oleh media atau tidak hukum harus adil.
Semoga dalam kasus kedepan seorang penegak hukum akan lebih bijaksana baik itu untuk orang kaya maupun miskin. Agar hukum di Indonesia lebih adil sehingga rakyat merasa tentram dan nyaman.

Memang hukum harus ditegakan seadil-adilnya tetapi dalam kasus ini hukum ditegakan lebih condong ke rakyat miskin yang buta akan hukum. Harusnya kasus ini menjadi pelajaran bagi penegak hukum bahwa jangan hanya warga miskin yang terkena hukum tetapi para pencuri kayu yang merugikan Negara ratusan juta rupiah yang harus mereka perhatikan. Kalau dilihat yang tertangkap kasus illegal loging pembakaran hutan yang tertangkap hanya individual saja padalah para perusahaan banyak yang terjerat kasus tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar