Jumat, 19 Agustus 2016

MAKALAH TELAAH KURIKULUM “PROBLEMATIKA PEMERATAAN GURU DI INDONESIA” PEMBAHASAN



A.      Pengertian Pemerataan Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan  terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbuatan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan kesempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut  jenis kelamin, status sosial, agama, maupun letak lokasi geografis.
Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan:
“Mengupayakan perluasan dan pemerataan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk  pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi.
B.       Permasalahan Pemerataan Guru
Ada banyak kasus kekurangan guru yang terjadi, diantaranya :
1.         Pertama, kurangnya kebanggaan menjadi seorang guru. Banyak orang berpersepsi bahwa menjadi guru hanyalah profesi yang sama sekali tidak diperhitungkan. Selain gajinya kecil, menjadi guru juga memforsir tenaga dan waktu yang ada hanya untuk mengurus anak didik yang memiliki bermacam pola perilaku.  Bahkan banyak sarjana kependidikan yang membanting setirnya untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka anggap lebih layak. Contohnya dengan bekerja di bank atau diperusahaan besar.
2.         Kedua, prestise masyarakat terhadap guru yang biasa. Sebagian masyarakat menilai guru bukanlah kesuksesan. Setiap orang mampu menjadi guru. Padahal dalam kenyataan, menjadi guru tidaklah mudah. Sebab anak didik adalah pertanggungjawaban kita terhadap bangsa dan pencipta. Persepsi menjadi guru itu mudah ini juga yang menjadikan banyak lahirnya guru-guru siluman di dunia pendidikan. Banyak sarjana nonkependidikan yang menjadi guru, mengakibatkan tidak efektifnya peranan mereka disekolah. Contohnya adalah, seorang sarjana Ilmu Administrasi Negara yang menjabat sebagai guru bidan studi sejarah disebuah sekolah.
3.         Ketiga, paranoid akibat pengalaman. Beberapa orang membanting setirnya ke profesi lain diakibatkan keadaaan mereka yang takut apabila menjadi seorang guru kesejahteraan tidak akan terpenuhi sebab orang-orang terdahulu yang menjadi guru hidup dalam kemiskinan dan tanpa perhatian pemerintah.
4.         Keempat, ketidaksiapan hidup ditengah primitifisme masyarakat. Ini boleh jadi alasan kenapa sarjana kependidikan kita tidak siap ditempatkan didaerah-daerah terpencil. Mereka merasa tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang masih perawan (tidak tersentuh peradaban).
5.         Kelima, tidak mengetahui apa makna sesungguhnya menjadi seorang guru. Inilah alasan mendasar kenapa banyak orang yang banting setir ke profesi lain ataupun enggan menjadi guru didaerah terpencil. Mereka tidak paham akan tugas mereka sebagai agent of change dibidang pendidikan. Guru harusnya membawa angin perubahan bangsa. Memberitahu apa yang belum diketahui, meluruskan apa yang melenceng dan membuka pintu peradaban.
C.       Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Kurangnya Pemerataan Pendidikan Di Indonesia
1.         Rendahnya Kualitas Sarana Fisik.
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2.         Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
3.         Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
4.         Rendahnya Prestasi Siswa.
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
5.         Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat sekolah dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jendral Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukkan angka partisipasi murni (AMP) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa) pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi . Angka partisipasi murni pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa).
6.         Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur . data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47 %, Diploma / SO sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%. Adanya ketidak serasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7.         Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, kalimat ini yang sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak – kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak boleh sekolah.
D.      Dampak yang di Timbulkan dari Permasalahan Pemerataan Guru
Di Indonesia bisa dilihat bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia, banyak peserta didik yang kurang mendapat perhatian pemerintah akan tidak meratanya pendidikan yang didapatkan, hal ini memberi dampak sebagian anak bangsa yang menimba ilmu pengetahuan di daerah terpencil menjadi ketertinggalan akan ilmu dibandingkan dengan anak yang belajar di daerah perkotaan. Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh tidaknya merata pendidikan di Indonesia adalah kerisis ekonomi yang ditanggung oleh orang yang berpendapatan golongan menengah kebawah, hal ini karena mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk menunjang proses pendidikan itu. Karena terkadang pemerintah tidak memberikan beasiswa pada orang yang tepat, maka orang yang membutuhkan uang untuk proses belajar tidak bisa mengikuti proses belajar lagi.
Dari dampak tersebut, dapat diambil dampak yang utama yang berdampak pada Negara. Dampak yang akan ditimbulkan karena tidak meratanya pendidikan adalah berkurangnya penerus bangsa yang cerdas yang akan menjunjung Negara menjadi lebih baiklah yang akan di dapatkan oleh Negara ini.
E.       Cara Mengatasi Permasalahan Pemerataan Guru di Indonesia
Dari permasalahan penyebaran pendidikan khususnya penyebaran guru terdapat beberapa rangkaian pemecahan masalah yang dapat menjadi sebuah pertimbangan dalam menangani permasalahan pernyebaran guru diatas, yaitu :
1.         Konsistensi pemerintah dalam menangani masalah tersebut harus perlu ditingkatkan.
2.         Pemerintah harus bekerja sama dengan PTN dan PTS yang memiliki jurusan pendidikan agar dapat menciptakan calon-calon pengajar yang benar-benar memiliki mental seorang pengajar yang profesional. , guru profesional adalah guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam pendidikan, tanpa dedikasi tinggi maka proses belajar mengajar akan kacau balau.
3.         Pemerintah harus benar-benar memegang konsistensi terhadap pernyataan para calon pengajar yang berbunyi “siap ditempatkan dimana saja”, sehingga setelah para calon pengajar terangkat menjadi PNS tidak mudah untuk mengajukan pindah tempat sesuai keinginan mereka melainkan perlu alasan yang kiranya dapat diterima.
4.         Pemerintah harus benar-benar menjalankan amanat undang-undang yaitu 20 % APBN untuk pendidikan sehingga pembangunan infrastruktur pendidikan yang dapat mendukung akses sebagai penjamin mutu dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
4.         kurangnyapemerataanpendidikan.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar