BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring
perkembangan zaman problematika peserta didik di sekolah semakin beragam. Jalan
pikiran mereka menjadi terbagi dengan masalah diluar sekolah dan di dalam
sekolah. Suatu tindak layanan sekolah pada peserta didik dengan bimbingan
konseling yang mengarahkan para para peserta didik untuk mengetahui bakat dan
potensi dalam diri mereka.
Bimbingan
konseling biasanya berbicara mengenai aspek psikologis, ini akan sangat penting
jika ada banyak gangguan psikis pada peserta didik yang biasanya tertekan
masalah dan tidak mampu menangkap pelajaran dengan baik. Bimbingan konseling
juga sangat penting posisinya untuk membimbing siswa untuk memotivasi diri
bahwa mereka adalah suatu pribadi yang unik dan mampu bersaing.
Bimbingan
konseling tidak hanya bisa dilakukan oleh guru BK saja melainkan salah satu
tugas wajib wali kelas yang dapat mengontrol tidak siswanya sehari-hari.
Perbedaan laju pertumbuhan dan kedewasaan adalah masalah yang dapat dipantau
wali kelas yang lebih banyak masuk kelas saat mengajar ketimbang guru BK yang
biasanya berhadapan pada saat-saat tertentu saja.
Perlunya
bimbingan konseling juga dapat berfungsi sebagai pemantau masalah-masalah siswa
yang berkaitan tentang masalah kelainan tingkah laku dan adaptasi. Sulitnya
salah satu siswa untuk bergaul dan cenderung mengasingkan diri dari
teman-temannya memiliki akar permasalahan yang biasanya beruntun.
Masalah psikis
siswa juga tidak selamanya harus disangkutkan pada nilai-nilai mata pelajaran,
dengan bimbingan konseling berfungsi juga sebagai pendidikan karakter.
Contohnya sebagai wali kelas dengan mata pelajarang Geografi, maka guru
tersebut harus mampu menciptakan rasa cinta tanah air dan membangkitkan rasa
nasionalisme. Geografi merbicara tentang fisik dan sosial sehingga dengan
tema-tema dan cerita-cerita perjalanan mereka harus mampu membawa siswanya
lebih mencintai tanah air dan negara mereka.
Bimbingan
konseling juga diperlukan untuk membimbing siswa dalam aspek agama. Masa remaja
adalah masa dimana mereka mempertanyakan Tuhan mereka, karena hampir seluruhnya
adalah agama warisan orang tua. Proses mempertanyakan ini dikarenakan keyakinan
yang diturunkan belum sepenuhnya mereka percaya. Bimbingan dalam hal ini
memerlukan bukti-buktinya nyata yang akan membuat mereka takjub dan memiliki
rasa percaya untuk dasarnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan latar belakang psikologis?
2.
Apa yang dimaksud dengan latar belakang sosial budaya?
3.
Apa yang dimaksud dengan latar belakang paedagogis?
4.
Apa kedudukan bimbingan dan konseling dalam
pendidikan?
C. Tujuan
a.
Untuk mengetahui tentang latar belakang psikologis
perlunya bimbingan dan konseling.
b.
Untuk mengetahui tentang latar belakang sosial budaya
perlunya bimbingan dan konseling.
c.
Untuk mengetahui tentang latar belakang paedagogis
perlunya bimbingan dan konseling.
d.
Untuk mengetahui tentang kedudukan bimbingan dan
konseling dalam pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
D.
Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan
Konseling
Seiring
berkembangnya zaman, problematika dalam diri siswa di sekolah semakin beragam.
Baik itu dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari lingkungannya. Bimbingan
dan konseling merupakan salah satu bentuk pelayanan yang diberikan oleh sekolah
untuk mengarahkan dan membantu mereka untuk mengetehui potensi dalam diri
mereka dan membantu memotivasi diri bahwa mereka adalah suatu pribadi
yang unik dan mampu bersaing. Bimbingan dan konseling juga membantu siswa untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling ini
sangat dibutuhkan oleh tiap sekolah, hal ini dilatar belakangi oleh aspek-aspek
berupa aspek psikologis, sosial budaya,
dan paedagogis.
1.
Latar Belakang
Psikologis
Dalam proses
pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik merupakan pribadi-pribadi
yang unik dan berbeda-beda, antara individu satu dengan yang lain. Siswa
merupakan individu yang dinamis dan dalam proses perkembangan, serta memiliki
keinginan untuk memenuhi kebutuhan individu dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Perubahan tingkah laku siswa merupakan hasil dari proses belajar
siswa.
Sebagai subyek
didik, siswa dapat mengalami masalah-masalah psikologis dalam pendidikan dan
menuntut adanya bantuan untuk mencegah timbulnya suatu permasalahan melalui
layanan bimbingan, dan pemecahan suatu masalah melalui layanan konseling.
Berikut beberapa masalah psikologis yang melatar belakangi perlunya bimbingan
dan konseling di sekolah :
a.
Masalah
Perkembangan Individu
Individu telah
mengalami perkembangan sejak dalam kandungan Ibu dan akan terus berlangsung
hingga akhir hayat. Proses perkembangan dan pertumbuhan bertujuan untuk
mencapai kedewasaan yang optimal pada diri individu. Proses perkembangan
dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu dan dari luar individu. Dari dalam
diri individu dipengaruhi oleh faktor bawaan dan kematangan sedangkan dari luar
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut harus saling
melengkapi agar perkembangan individu berjalan optimal, serta diperlukan adanya
arahan atau bantuan. Asuhan melalui belajar sering disebut pendidikan.
Pendidikan
sebagai salah satu bentuk lingkungan, bertanggung jawab dalam memberikan asuhan
terhadap perkembangan individu. Bimbingan dan konseling memberikan bantuan
kepada individu agar dapat menyesuaikan diri sesuai tingkat perkembangannya,
karena dalam setiap periode terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus
diselesaikan. Hasil dari penyelesaian tugas-tugas tersebut akan mempengaruhi
perkembangan individu dalam menyesuaikan dirinya di dalam masyarakat. Melalui
bimbingan dan konseling siswa dibantu agar dapat mencapai tugas-tugas
perkembangan dengan baik.
Dilihat dari
proses dan fase perkembangannya, para siswa berada pada fase masa remaja
(adolesensi) dan masa transisi akhir dari masa kanak-kanak memasuki masa remaja
sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Sekolah
mempunyai peranan yang penting dalam membantu perkembangan siswa melalui
pemenuhan tugas-tugas perkembangan secara optimal. Pelayanan bimbingan dan
konseling dapat membantu siswa dalam proses perkembangannya.
b.
Masalah
Perbedaan Individu
Di sekolah
seringkali tampak masalah dari perbedaan individu,misalnya ada siswa yang
sangat cepat dan ada yang lambat dalam belajar, ada yang cerdas dan ada yang
berbakat, dsb. Perbedaan-perbedaan ini sering kali menimbulkan masalah-masalah
baik bagi siswa itu sendiri maupun lingkungannya. Siswa akan mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri antara keunikan yang dimilikinya dengan
tuntutan dalam lingkungannya. Hal ini karena layanan program pendidikan hanya
memberikan pelayanan atas dasar ukuran rata-rata. Oleh karena itu sekolah
hendaknya memberikan pelayanan kepada para siswa secara individual sesuai
dengan keunikan dan perbedaannya masing-masing individu. Hal ini dapat
diselenggarakan melalui program bimbingan dan konseling.
Dengan demikian
keunikan dari masing-masing siswa tidak akan menghambat proses belajar mereka
tapi justru memacu semangat belajar mereka. Beberapa aspek perbedaan invidual
yang perlu mendapat perhatian ialah perbedaan : 1) kecerdasan, 2) kecakapan, 3)
hasil belajar, 4) bakat, 5) sikap, 6) kebiasaan, 7) pengetahuan, 8)
kepribadian, 9) cita-cita, 10) kebutuhan, 11) minat, 12) pola-pola&tempo
perkembangan, 13)ciri-ciri jasmaniah, 14) latar belakang keluarga(lingkungan).
c.
Masalah
Kebutuhan Individu
Pemenuhan
kebutuhan sifatnya mendasar bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri.
Kegiatan belajar merupakan perwujudan usaha pemenuhan kebutuhan tersebut.
Sekolah hendaknya menyadari hal tersebut dengan memberikan bantuan dalam usaha
memenuhi kebutuhan tersebut. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan dapat
menimbulkan masalah bagi individu tersebut. Secara psikologis terdapat dua
jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan
sosial/psikologis.
d.
Masalah
Penyesuaian Diri
Dalam proses
memenuhi kebutuhannya individu dituntut untuk dapat menyesuaikan antara
kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungannya. Proses
penyesuaian individu ini banyak menimbulkan masalah bagi individu tersebut.
Jika berhasil memenuhi kebutuhannya dan tidak menimbulkan gangguan atau
kerugian pada lingkungannya maka ia dapat disebut “well adjusted” atau
penyesuaian diri baik. Namun sebaliknya, jika individu gagal dalam proses
penyesuaian diri maka disebut “malajusted” atau salah suai.
Sekolah
hendaknya menempatkan diri sebagai lingkungan yang memberi kemudahan untuk
tercapainya penyesuaian diri yang baik, bimbingan dan konseling berperan untuk
menanggulangi gejala-gejala salah suai dan membantu individu untuk menyesuaikan
dirinya.
e.
Masalah Belajar
Kegiatan belajar
merupakan perbuatan inti dalam pendidikan. Dalam kegiatan belajar dapat timbul
berbagai masalah baik bagi diri pelajar maupun pengajar(guru). Sekolah
bertanggung jawab untuk membantu keberhasilan siswa dalam belajar. Untuk itu
hendaknya sekolah memberikan bantuan dan arahan kepada siswa untuk mengatasi
masalah-masalah dalam kegiatan belajar melalui program bimbingan dan konseling.
2.
Latar Belakang
Sosial Budaya
Perkembangan
zaman, terutama pada zaman modern yang pesat seperti sekarang ini, banyak
menimbulkan perubahan-perubahan dan kemajuan-kemajuan dalam berbagai aspek
kehidupan. Di samping itu pertumbuhan penduduk yang kian hari kian meningkat
cukup banyak berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan. Selain itu kebudayaan
dan bimbingan karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan masyarakat
dimana individu itu hidup. Faktor-faktor tersebut seperti perubahan kontelasi
keuangan, perkembangan pendidikan, dunia-dunia kerja, perkembangan komunikasi.
Beberapa
pendapat mengenai individu sebagai produk lingkungan sosial budaya adalah
sebagai berikut: MC Daniel memandang, “setiap anak, sejak lahirnya harus
memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tetapi juga tuntutan budaya di tempat
ia hidup, tuntutan budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya
sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut”.
Tolbert memandang bahwa, “organisasi sosial, lembaga keagamaan, kemasyarakatan,
pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara menyeluruh memberikan
pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan dan pola hidup warganya”.
Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh organisasi dan budaya lembaga-lembaga tersebut
mempengaruhi apa yang dilakukan
dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya,
tujuan-tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya, reaksinya dan
kelompok-kelompok yang dimasukinya. Bimbingan konseling harus mempertimbangkan
aspek sosial budaya dalam pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang lebih
efektif.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk (1976) tentang berbagai
aspek konseling budaya seperti makin besar kesamaan harapan tentang tujuan
konseling antara budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan
berhasil. Semakin besar kesamaan permohonan tentang ketergantungan dalam
berkomunikasi secara terbuka, maka semakin efektif konseling tersebut sehingga
akan sederhana harapan yang diinginkan oleh klien yang bersifat personal dan
penuh suasana emosional. Suasana konseling antar budaya akan memudahkan
konselor memahami klien.
Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor
terhadap proses komunikasi, keefektifan konseling akan meningkat jika ada
latihan khusus serta pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan
budaya tersebut, semakin klien kurang memahami proses konseling semakin perlu
konselor atau program konseling antara budaya memberikan pengarahan tentang
proses keterampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer.
Individu merupakan biopsikososiospiritual, yang artinya bahwa individu
makhluk biologis, psikologis, social dan spiritual. Setiap anak sejak lahir
tidak hanya mampu memenuhi tuntutan biologisnya, tetapi juga tuntutan budaya di
mana individu itu tinggal, tuntutan budaya itu dilakukan agar segala dampak
modernisasi dapat di filter oleh individu tersebut secara otomatis, serta
individu diharapkan dapat menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan budaya
yang sudah ada, agar dapat di terima dengan baik oleh lingkungan tersebut. Untuk
mengembangkan semua kemampuan penyesuaian tersebut, sangat diperlukan sebuah
bimbingan.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya
mengatakan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan
dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan
berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan
latar belakang berlandaskan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di
atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada
nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang
harmoni dalam kondisi pluralistik.
Faktor-faktor sosial budaya
yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan:
a.
Perubahan konstelasi keluarga
Terkait dengan
masalah keluarga yang disfungsional, Stephen R. Covey mengemukakan sekitar 30
tahun yang lalu terjadi perubahan situasi keluarga yang sangat kuat dan
dramatis seperti peristiwa berikut ini:
1)
Angka
kelahiran anak yang tidak sah meningkat menjadi 400%.
2)
Persentase
orang tua tunggal (single parrent) telah berlipat ganda.
3)
Angka
perceraian yang terjadi telah berlipat ganda, pernikahan yang berakhir dengan
perceraian.
4)
Peristiwa
bunuh diri dikalangan remaja meningkat sekitar 300%.
5)
Sekor
tes bakat skolastik para siswa turun sekitar 73 butir
6)
Masalah
nomor satu wanita Amerika pada saat ini adalah tindakan kekerasan
(pemerkosaan).
7)
Seperempat
remaja yang melakukan hubungan seksual telah terkena penyakit kelamin sebelum
menamatkan sekolahnya di SMA.[6]
b.
Perkembangan pendidikan
Arah meluas
tampak dalam pembagian sekolah dalam berbagai jurusan khusus dan sekolah
kejuruan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan bimbingan untuk memilih jurusan
yang khusus dan memilih bidang studi yang tepat bagi setiap murid. Arah
mendalam tampak dalam berkembangnya ruang lingkup dan keragaman disertai dengan
pertumbuhan tingkat kerumitan dalam tiap bidang studi.
Hal ini
menimbulkan masalah bagi murid untuk mendalami tiap bidang studi dengan tekun.
Perkembangan ke arah ini bersangkut paut pula dengan kemampuan dan sikap serta
minat murid terhadap bidang studi tertentu. Ini semua menimbulkan akibat bahwa
setiap murid memerlukan perhatian yang bersifat individual dan khusus. Dalam
hal ini pula terasa sekali kebutuhan akan bimbingan di sekolah.[7]
c.
Dunia kerja
Dalam dunia
kerja bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan karena terjadi berbagai macam
perubahan diantaranya sebagai berikut:
1)
Semakin
berkurangnya kebutuhan terhadap pekerja yang tidak memilki ketrampilan.
2)
Meningkatnya
kebutuhan terhadap para pekerja yang profesional dan memiliki ketrampilan
teknik.
3)
Berkembangnya
berbagai jenis pekerjaan sebagai dampak dari penerapan teknologi maju.
4)
Berkembangnya
perindustrian di berbagai daerah.
5)
Berbagai
jenis pekerjaan yang baru memerlukan cara-cara pelayanan yang baru.
6)
Semakin
bertambahnya jumlah para pekerja yang masih berusia muda dalam dunia kerja.
d.
Perkembangan metropolitan
Dampak sosial
yang buruk dari pertumbuhan kota di abad-21 terutama di kota-kota berkembang
sebagai berikut:
1)
Urbanisasi
dilakukan dengan motivasi mengadu nasib.
2)
Masalah
pengangguran.
3)
Banyaknya
tenaga kerja yang tidak memenuhi kebutuhan lapangan kerja di kota.
4)
Banyaknya
pemukiman ilegal didirikan.
5)
Terbatasnya
fasilitas air bersih dibanding banyaknya jumlah kebutuhan penduduk.
6)
Lingkungan
semakin buruk yang mengakibatkan meningkatnya angka kematian anak.
e.
Perkembangan komunikasi
f.
Seksisme dan rasisme
Seksisme
merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin dari jenis kelamin
yang lainya. Sedangkan rasisme merupakan paham yang mengunggulkan ras yang satu
dari ras yang lainnya.
g.
Kesehatan mental
h.
Perkembangan teknologi
Timbul dua
masalah penting yang menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat:
1)
Penggantian
sebagian besar tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik.
2)
Bertambahnya
jenis-jenis pekerjaan dan jabatan baru yang menghendaki keahlian dan pendidikan
khusus.
i.
Kondisi moral dan keagamaan
j.
Kondisi sosial ekonomi.[8]
Sebagaimana
telah diketahui bahwa keadaan masyarakat senantiasa berubah. Perubahan yang
terjadi dalam berbagai aspek kehidupan itu merupakan tantangan yang menuntut adanya penyesuaian diri.
Hal semacam ini akan menimbulkan perkembangan dan perubahan diberbagai
lapangan kerja, masalah sosial, persaingan sumber daya manusia, pengangguran
dan lain-lain. Kondisi seperti ini pada gilirannya akan mempengaruhi kehidupan
masyarakat baik secara pribadi ataupun kelompok juga kehidupan keagamaannya.
Lingkungan sosial-budaya yang melatar belakangi dan melingkupi individu
berbeda-beda, sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan
prilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan sosial-budaya
ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul komplik internal
maupun eksternal. Untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut maka
diperlukanlah yang namanya bimbingan dan konseling.
3.
Latar Belakang
Paedagogis
Sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana
dikemukakan dalam GBHN adalah : “Untuk
meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat
kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa”. Dan
pengertian dan tujuan di atas jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari
pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi. .
Dengan demikian
setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi yang
berkembang sesuai dengan potensi masing-masing.
Contoh untuk
menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya
bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional
(pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak
didik secara pribadi mendapat layanan sehingga akhirnya dapat berkembang secara
optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di atas, adalah
kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik,
kurikulum beserta proses belajar mengajar
yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.
Dalam hubungan
inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar
berkembang secara optimal. Dengan demikian maka hasil pendidikan sesungguhnya
akan tercermin pada pribadi anak didik yang berkembang baik secara akademik,
psikologis, maupun yang berkembang baik
secara akademik, psikologis, maupun sosial.
Contoh kalau
kita menyimak kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia pada
umumnya, masih terdapat kecenderungan bahwa pendidikan belum sepenuhnya dapat
membantu perkembangan kepribadian anak didik secara optimal. Secara akademis masih Nampak gejala
bahwa anak didik belum mencapai prestasi belajar secara optimal. Hal ini Nampak
antara lain dalam gejala-gejala : putus
sekolah, tinggal kelas, lambat belajar, berprestasi rendah, kekurangpercayaan
masyarakat terhadap basil pendidikan,
dan sebagainya. Secara psikologis masih banyak adanya gejala perkembangan
kepribadian yang perkembangan
kepribadian yang kurang matang, kurang percaya pada diri sendiri, kecemasan,
putus asa, bersikap santai, kurang responsif, ketergantungan, pribadi yang
tidak seimbang, dan sebagainya. Demikian juga secara sosial ada kecenderungan
anak didik memiliki kemampuan penyesuaian sosial secara memadai.
Landasan
pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
a.
Pendidikan sebagai upaya pengembangan
Individu: Bimbingan merupakan bentuk upaya pendidikan
Pendidikan
adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang bagi manusia hanya akan dapat
menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa
pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan
dimensi keindividualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.
Undang-Undang
No. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat (1) ditegaskan
bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Tujuan bimbingan
dan konseling tidak boleh menyimpang dengan tujuan pendidikan nasional, yakni
yang terdapat dalam Undang-Undang No. 20/2003 juga, disebutkan bahwa :
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan
dan kebangsaan. Integrasi bimbingan dan konseling dengan pendidikan juga tampak
dari dimasukkannya secara berkesinambungan berbagai program pelayanan bimbingan dan konseling kedalam
program-program sekolah dan madrasah.
b.
Pendidikan sebagai inti Proses Bimbingan
Konseling
Indikator utama
yang menandai adanya pendidikan ialah peserta didik yang terlibat di dalamnya
menjalani proses belajar dan kegiatan bimbingan konseling bersifat normatif.
Bimbingan dan
konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya.
Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling
secara meluas di Amerika Serikat . Pada
tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses
yang berorientasi pada belajar……, belajar untuk memahami lebih jauh tentang
diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai
pemahaman.. (dalam Belkin, 1975).
Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa
dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan.
Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru . Dengan
belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya; dengan
memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
c.
Pendidikan lebih lanjut sebagai inti
tujuan Bimbingan tujuan dan konseling
Bimbingan dan
konseling mempunyai tujuan khusus ( jangka pendek ) dan tujuan umum ( jangka
panjang ). Mengutip pendapat Crow and Crow, Prayitno dan Erman Amti menyatakan
bahwa tujuan khusus dalam pelayanan bimbingan dan konseling ialah membantu
individu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan umumnya
ialah bimbingan itu sendiri.
Tujuan Bimbingan
dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada
umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan
konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang
menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan
emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah
E. Kedudukan
Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan
Secara formal
kedudukan bimbingan dan konseling ada dalam Sistem Pendidikan di Indonesia,
antara lain :
1.
UU
No. 2 tahun 1989 bab I pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa :
“Pendidikan adalah usaha sadar menyiapkan peserta
didik melalui bimbingan dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang”.
2.
PP
No. 28 untuk SD dan PP No. 29 untuk SMP dan SMA tahun 1990 Bab X pasal 25 ayat
1 yang menyatakan :
“Bimbingan adalah bantuan peserta
didik untuk memahami diri, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan”
“Bimbingan dilaksanakan oleh guru pembimbing”
3.
UU
No. 20 tahun 2003 bab I pasal 1 ayat 6
“Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, dan konselor, widyaiswara, pamong belajar,
fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan”
Pelayanaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal telah
dipetakan secara tepat dalam kurikulum 1975, meskipun ketika itu masih
dinamakan layanan bimbingan dan penyuluhan pendidikan dan layanan di bidang pembelajaran yang
dibingkai dalam kurikulum sebagaimana tampak pada gambar1.
Dalam gambar terdapat tiga wilayah yaitu wilayah manajemen dan kepemimpinan,
wilayah pembelajaran yang mendidik dan wiayah bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
1.
Wilayah manajemen dan kepemimpinan
Wilayah ini
meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan
kebijaksanaan serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan manajemen sekolah
seperti perencanaan, pengadaan, dan pengembangan staf, prasarana dan sarana fisik dan pengawasan.
2.
Wilayah pembelajaran yang mendidik
Wilayah ini
meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran yaitu
penyampaian dan pengembangan pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemampuan
berkomunikasi peserta didik.
3.
Wilayah bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
Wilayah ini
meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu pada pelayanan kesiswaan
secara individual agar masing-masing peserta didik dapat berkembang sesuai
dengan bakat, minat, potensi dan tahap-tahap perkembangannya.
Dalam
Permendiknas No. 23/2006 dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus
dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi
peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling
adalah kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri ( self actualization ) dan pengembangan kapasitasnya (capacity development ) yang dapat
mendukung pencapaian kompetensi lulusan ( sebagaimana dimaksud dan dirumuskan
dalam Permendiknas No, 23/2006 tentang SKL ). Persamaman, keunikan, dan
keterkaitan wilayah layanan guru dan konselor dapat digambarkan dalam gambar 2
berikut.
|
Standar
Kompetensi Kemandirian untuk mewujudkan diri (akademik, karir, sosial,
pribadi)
(Bimbingan
dan konseling)
|
Misi
bersama guru dan konselor dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik
seutuhnya dan pencapaian tujuan pendidikan nasional
|
Standar
Kompetensi Lulusan mata pembejaran
(Pembelajaran
bidang studi)
|
Wilayah
Konselor Wilayah Wilayah Guru
penghormatan bersama
|
Gambar 2. Kesamaan dan
Keunikan Wilayah Kerja Guru dan Konselor
Telaah diatas
menunjukan bahwa pengembangan diri dalam Permendiknas No. 22/2006 lebih
merupakan wilayah penghormatan bersama yang harus dilaksanakan oleh guru,
konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu
bimbingan dan konseling tetap memilik wilaah layanan khusus dalam mendukung
realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik.
Posisi wilayah
penghormatan bersama mengandung arti bahwa masalah-masalah perkembangan siswa
yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk
penanganannya, demikian pula masalah yang ditangani konselor dirujuk kepada
guru untuk menindak lanjutinya apabila itu terkait dengan proses pembelajaran
bidang studi.
Masalah
kesulitan belajar siswa sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses
pembelajaran itu sendiri. Ini berarti bahwa didalam proses pembelajaran, dan
untuk membangun pembelajaran bermutu, perlu ada fungsi-fungsi bimbingan dan
konseling yang diperankan guru di dalam proses pembelajaran. Jadi sesungguhnya
tidak ada wilayah yang betul-betul digarap bersama oleh guru dan konselor, tapi
keduannya menghadapi wilayah penghormatan bersama itu.
Jelaslah bahwa
kedudukan bimbingan dan konseling tidak sekedar tempelan saja. Layanan
bimbingan dan konseling mempunyai posisi dan peran yang cukup penting dan
strategis. Bimbingan dan konseling berperan untuk memberikan layanan kepada
siswa agar dapat berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran secara
efektif.
Dari penjelasan
di atas dan keseluruhan kegiatan pendidikan khususnya pada tatanan
persekolahan, bimbingan dan konseling mempunyai posisi dan peran yang cukup
penting dan strategis. Bimbingan dan konseling berperan untuk memberikan
layanan kepada siswa agar dapat berkembang secara optimal melalui proses
pembelajaran secara efektif. Untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pribadi agar dapat membantu
keseluruhan proses belajarnya. Dalam kaitan ini para pembimbing diharapkan
untuk:
1.
Mengenal
dan memahami setiap siswa baik secara individual maupu kelompok,
2.
Memberikan
informasi-informasi yang diperlukan dalam proses belajar,
3.
Memberi
kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan karakter
istik pribadinya,
4.
Membantu
setiap siswa dalam menghadapi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya,
5.
Menilai
keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan.
Bimbingan dan
konseling memiliki fungsi dan posisi kunci dalam pendidikan di sekolah, yaitu
sebagai pendamping fungsi utama sekolah dalam bidang pengajaran dan
perkembangan intelektual siswa dalam bidang menangani ihwal sisi sosial pribadi
siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bimbingan dan
konseling merupakan salah satu bentuk pelayanan yang diberikan sekolah kepada
siswa dalam bentuk bantuan baik itu kepada individu maupun kelompok agar siswa
dapat berkembang secara optimal dan baik. Serta dapat memecahkan masalah yang
dialami siswa, baik itu masalah pribadi, sosial, belajar maupun karier.
Perkembangan zaman menyebabkan masalah yang dialami siswa turut berkembang pula
oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling semakin dibutuhkan oleh
siswa, bimbingan dan konseling tidak hanya dilakukan oleh guru BK semata tapi
semua guru di sekolah sebagai salah satu unsur pendukung pelaksanaan pendidikan
mempunyai tanggung jawab sebagai pendukung pelaksana layanan bimbingan dan
konseling di sekolah, oleh karena itu guru harus memiliki wawasan yang luas
mengenai konsep-konsep dasar bimbingan dan konseling di sekolah. Aspek-aspek
yang melatar belakangi perlunya bimbingan dan konseling yaitu : Latar belakang psikologis, Latar belakang sosial budaya dan Latar belakang paedagogis.
B. SARAN
1.
Saran bagi sekolah
Sekolah
hendaknya semakin menyadari pentingnya bimbingan dan konseling untuk
mengoptimalkan perkembangan para siswa dan lebih memperhatikan masalah
perbedaan dan keunikan individu, supaya siswa dapat berhasil dalam proses
pembelajaran dan dapat menyesuaikan diri dengan baik di dalam kehidupan
bermasyarakat kelak.
2.
Saran bagi guru
Sebagai pendidik,
guru memiliki tanggung jawab untuk membantu subjek didik untuk mencapai
kedewasaan. Hendaknya guru memahami betul segala aspek pribadi dalam diri siswa
dan memahami perannya sebagai tenaga pendidik. Guru tidak hanya menyampaikan
materi pembelajaran di dalam kelas tetapi juga memberikan bimbingan kepada siswa dengan menyisipkan nilai-nilai
kehidupan dalam setiap materinya dan membantu siswa memecahkan masalah belajar
yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar